Wahyu Bhekti Prasojo
Islam Adalah Agama yang Berteraskan Ilmu
Agama
dan kehidupan beragama merupakan fenomena yang tak terlepaskan dari kehidupan
dan perjalanan sejarah kehidupan manusia. Setidaknya ada lima atau lebih agama
besar yang telah dan sampai masa akan datang masih akan mengendalikan roda
sejarah manusia itu.
Sementara itu agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini pemgikutnya dapat mewujudkan kehidupan manusia
yang sejahtera lahir dan batin. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif,
menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[1]
Ilmu pengetahuan menurut Islam tidak
bersekat dan tidak
terpisah dari agama. Bahkan
Alqur’an itu sendiri adalah salah satu sumber
ilmu pengetahuan. Sebagaimana Allah menyebutkan dalam Alqur’an tentang orang-orang
yang berilmu, berpikir dan berakal.
Dalam Al Qur’an ada banyak kata yang mengandung arti
berfikir selain dari kata akal. Misalnya kata دَبَّرَ (merenungkan) dalam 8 ayat, فَقِهَ (mengerti)
dalam 20 ayat, نَظَرَ
(melihat secara
abstrak) dalam 30 ayat dan تَفَكَّرَ (berfikir)
dalam 16 ayat. Sedangkan kata عقل dijumpai lebih
dari 30 ayat.[2]
وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومُ مُسَخَّرَاتٌ بِأَمْرِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ
لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Dan Dia
menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang
itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memahami(nya).” (An-Nahl:
12)
وَهُوَ الَّذِي مَدَّ الْأَرْضَ
وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْهَارًا وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ جَعَلَ فِيهَا
زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan
gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua
buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi
kaum yang memikirkan. (Ar-Ra’d: 3)
Hidayat Nataatmadja mengungkapkan peran agama sebagai
sumber ilmu subjektif yang haq. Sains sebagai ilmu objektif yang haq
memiliki kriteria yang akurat mengenai cara yang harus ditempuh kapan suatu datum
atau informasi bisa disebut ilmiah dan diberi validitas sebagai suatu ilmiah
kemudian diikatkan secara subjektif dengan kebenaran yang kita cari.[3]
Maksudnya,tidak ada cara lain untuk memecahkan masalah fundamental dalam
metodologi ilmu subjektif kecuali dari Al Qur’an yang mengandung ajaran agama,
sebab ilmu subyektif itu lebih tinggi dari ilmu obyektif.[4]
Maka pemisahan sains dari agama adalah salah kaprah.
Ilmu Pengetahuan Adalah Kebutuhan Dasar Manusia
Ilmu adalah cahaya yang dikaruniakan Allah kepada
manusia. Ia mempunyai peranan yang amat besar dalam kehidupan manusia. Maju mundurnya peradaban manusia bergantung pada seberapa
jauh pencapaian mereka dalam menguasai ilmu pegetahuan. Untuk itu Islam senantiasa memerintahkan kepada
manusia agar menghidupkan budaya keilmuan.
Hakikat ini digambarkan Allah dalam kisah penciptaan Abul
Basyar, Adam (semoga keselamatan tercurah padanya). Bahwa setelah Adam
mencapai bentuknya yang sempurna sebagai manusia, Allah membekalinya dengan
ilmu pengetahuan.
وَعَلَّمَ
آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ
أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dan Dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para
Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu memang orang-orang yang benar!"(Al Baqarah 31)
Abu Ja’far Ath Thabary menuliskan sebuah
riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa Allah mengajarkan kepada Adam
nama-nama semuanya yaitu nama-nama yang kemudian akan dikenali oleh manusia,
seperti; manusia dan hewan-hewan, bumi, daratan, lautan, gunung-gunung dan
segala sesuatu yang saling menyerupai atau mirip, nama bangsa-bangsa dan
lain-lain.[5]
Maksud ayat ini adalah Allah mengajarkan kepada Nabi Adam teknologi kehidupan.
Yaitu nama-nama seluruh makhluq, peran dan tugas mereka. Mulai dari matahari,
bulan, laut, pepohonan dan buah-buahan.[6]
Untuk dapat memahami segala gejala alam dan
menemukan konklusi darinya, Allah menganugerahi manusia dengan akal. Menurut
Harun Nasution, ayat-ayat yang di dalamnya mengandung kata-kata, memikirkan,
merenungkan, mengerti dan semacamnya mengandung perintah Allah agar manusia
mempergunakan akal dan daya fikirnya.[7]
Dengan bekal pengetahuan itulah Nabi Adam dan keturunannya akan dapat mengatasi
segala kesulitan dan tantangan alam serta menjalani kehidupan dengan selamat.
Studi
Islam Adalah Kewajiban Syariah Atas Setiap Individu Muslim
Maka
kelompok ayat yang pertama turun kepada Rasulullah saw langsung berisi perintah
bagi orang-orang beriman untuk belajar. Yaitu suatu kegiatan yang berkaitan
sangat erat dengan ilmu pengetahuan dan pengembangannya.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي
خَلَقَ خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ
عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah (wahai Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang menciptakan
sekalian makhluk. Dia menciptakan manusia dari sebuku darah beku. Bacalah
dan Tuhanmu
yang maha pemurah. Yang mengajar manusia melalui pena. Dia mengajarkan
manusia apa yang tidak diketahuinya”. )Al-‘Alaq ayat 1-5(
Pada ayat-ayat di atas dapat difahami pesan bahwa
begitu Risalah Islam turun,
perintah pertama yang
diturunkan ialah untuk membaca. Membaca segala hal yang ada di alam dan kehidupan
ini. Serta disebutkan pena serta tulisan sebagai bagian terpenting
dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Muhammad Abduh sebagaimana
dikutip oleh Hamka, menuliskan,
Tidak
didapati kata-kata yang lebih mendalam dan alasan yang lebih sempurna dari pada
ayat ini di dalam menyatakan pentingnya membaca dan menulis ilmu pengetahuan
dalam segala cabang dan bagiannya. Dengan itu pula dibuka segala wahyu yang
akan turun dibelakangnya. Maka kalau kaum muslimin tidak mendapat petunjuk
dengan ayat ini dan tidak memperhatikan jalan-jalan untuk maju, merobek segala
selubung pembungkus yang menutup penglihatan mereka selama ini terhadap ilmu
pengetahuan, atau menjebol pintu yang selama ini terkunci sehingga mereka
terkurung dalam kamar gelap, sebab dikunci erat-erat oleh pemuka mereka,
sehingga mereka meraba-raba dalam kegelapan kebodohan, dan kalau ayat ini tidak menggetarkan hati kaum muslimin, tidaklah mereka akan
bangkit lagi
selama-lamanya.[8]
Dijelaskan pula bahwa pengajaran Allah kepada
manusia “dengan perantaraan pena” (Al
Alaq ayat 4). Sebagaimana diketahui bahwa pena sejak dulu hingga
sekarang dan nanti merupakan sarana pengembangan ilmu pengetahuan yang paling
luas dan paling medalam pengaruhnya. Pada saat ayat ini diturunkan hakikat ini belum
sejelas yang kita rasakan dan kita kenal sekarang. Tetapi Allah Maha Mengetahui
nilai pena, sehingga Dia menyampaikan isyarat ini sejak detik awal dari masa
risalah yang terakhir ini.[9]
Demikian pentingnya sehingga masalah ini
disampaikan sejak awal ayat-ayat Qur’an diturunkan. Bahkan Pena (Al Qalam)
menjadi nama bagi surat yang diturunkan setelah Al Alaq. [10]
Bahkan Ibnu Abbas menyebutkan bahwa yang paling awal diciptakan Allah dari
segala macam benda adalah pena. [11]
Ketika Allah SWT berfirman, وَعَلَّمَ
آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا , (dan diajarkan kepada Adam nama-nama benda
seluruhnya), dapat juga difahami sebagai peringatan bagi orang-orang beriman
bahwa mereka tidak akan dapat memakmurkan bumi tanpa mengetahui bagaimana cara
mengaturnya.[12] Kaum
muslimin tidak boleh hanya memahami Islam sebatas shalat dan atau shaum. Sebab
Allah telah mengajarkan kepada Adam, ilmu dan teknologi untuk memakmurkan bumi.[13]
Karena menuntut ilmu adalah perintah Allah, maka Allah menjamin pelakunya
dengan pahala ibadah. Rasulullah bersabda:
وَأَنَّ العُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ
الأَنْبِيَاءِ، وَرَّثُوا العِلْمَ، مَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ، وَمَنْ
سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ بِهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى
الجَنَّةِ[14]
“Bahwa sesungguhnya para Ulama adalah pewaris para Nabi, mereka mewariskan
ilmu. Barangsiapa yang mengambil bagiannya, ia telah mendapatkan bagian yang
banyak. Dan barangsiapa yang
berjalan menuntut ilmu maka Allah mudahkan jalannya menuju syurga”.
Pengembangan Ilmu
Pengetahuan Adalah Tanggungjawab Kontemporer Ummat Islam
Dengan motivasi Islam yang besar untuk menuntut ilmu, maka kaum muslim idealnya
adalah pemburu ilmu pengetahuan, penjaganya dan pengembangnya. Karena Ummat
Islam adalah yang secara jelas mendapatkan perintah langsung dari Allah untuk
memakmurkan bumi. Merekalah yang paling bertanggungjawab untuk menguasai ilmu pengetahuan untuk digunakan mempermudah kegiatan manusia
dalam melakukan aktifitas dan kegiatannya. Ilmu pengetahuan merupakan produk
dari kebudayaan enlightenment, pencerahan. Ilmu pengetahuan digunakan sebagai
sarana mempermudah manusia mencapai dan mendapatkan tujuan hidupnya. [15]
Maka menuntut ilmu dan mengembangkannya adalah kewajiban kolektif ummat
Islam.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ
وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu,
maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Mujadalah 11).
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ
يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو
الْأَلْبَابِ
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran.(Az Zumar 9).
Secara empiris, peradaban
Islam lebih kreatif dan orisinal dalam pengembangan ilmu pengetahuan, bukan
falsafah yang spekulatif dan teoritis. Hal-hal yang bersifat kefalsafahan yang
membentuk suatu pandangan dunia dan hidup yang menyeluruh sesungguhnya telah
disediakan Al Qur’an, yang oleh Muhammad Iqbal disebut sebagai mengajarkan
metode berfikir empiris.[16]
Orang-orang Arab (muslim) telah menemukan konsep nol, rumus minus, angka
irrasional dan meletakkan dasar-dasar untuk ilmu kimia baru, yaitu ide-ide yang
melempangkan jalan bagi dunia ilmu pengetahuan modern.[17]
Selanjutnya Rasulullah SAW menjelaskan bahwa setiap ilmuwan akan dimintai
pertanggung jawaban atas ilmu yang dimilikinya.
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الأَسْلَمِيِّ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ
يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ
عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ
أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ»[18]
Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata:
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak bergeser kedua telapak kaki seorang hamba pada
hari kiamat sehingga ia ditanya tentang umurnya; dalam hal apa ia
menghabiskannya, tentang ilmunya; dalam hal apa ia manfaatkan,
tentang hartanya; dari mana ia mendapatkannya dan dalam hal apa ia
membelanjakannya, dan tentang pisiknya; dalam hal apa ia mempergunakannya”. (HR
At-Tirmidzi).
Tanggung jawab ilmuwan dalam
pengembangan ilmu sekurang-kurangnya berdimensi religious atau etis dan social.
Pada intinya, dimensi religious atau etis seorang ilmuwan hendaknya tidak
melanggar kepatutan yang dituntut darinya berdasarkan etika umum dan etika
keilmuan yang ditekuninya. Sedangkan dimensi sosial pengembangan ilmu
mewajibkan ilmuwan berlaku jujur, mengakui keterbatasannya bahkan kegagalannya,
mengakui temuan orang lain, menjalani prosedur ilmiah tertentu yang sudah
disepakati dalam dunia keilmuan atau mengkomunikasikan hal baru dengan para
sejawatnya atau kajian pustaka yang sudah ada untuk mendapatkan konfirmasi,
menjelaskan hasil-hasil temuannya secara terbuka dan sebenar-benarnya sehingga
dapat dimengerti orang lain sebagaimana ia juga memperoleh bahan-bahan dari
orang lain guna mendukung teori-teori yang dikembangkannya. Karena tanggung
jawab ilmuwan merupakan ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah
tergoda, apalagi tergelincir untuk menyalahgunakan ilmu.[19]
Bagi Nurcholis Madjid, sumber sumbangan Islam bagi ilmu
pengetahuan adalah faham tauhid;monotheisme yang tegas tidak mengenal
kompromi. Yaitu ajaran yang menegaskan bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah asal
usul dan tujuan hidup manusia termasuk peradaban dan ilmu pengetahuannya.
Sedangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara metode dan
empirisme adalah sah (valid), tetapi amat miskin dalam hal moral dan etika.
Inilah tugas tauhid, utuk menyadarkan manusia akan fungsinya sebagai
hamba Allah yang telah dipilih menjadi khalifahNya, agar mampu
mempertanggungjawabkan segala tindakannya atas bumi yang diamanahkan padanya.
Ilmu pengetahuan berasal dari Tuhan dan harus digunakan dalam semangat mengabdi
padaNya.[20]
Hasbunallah wa ni’mal wakil.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi, Esei-esei
Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1998).
Al Bukhary, Muhammad bin
Ismail Abu Abdullah, Shahih Bukhary, (Daar At Tuuqa An Najah, 1422).
Hamka, Tafsir
Al Azhar, (Pustaka
Panjimas Jakarta, 1988)
Madjid, Nurcholis, Islam,
Doktrin dan Peradaban, (Paramadina & Dian Rakyat Jakarta, 2008)
_______, Islam, Kemodernan dan
Keindonesiaan, (Mizan
Pustaka, Bandung,2013).
Nata, Abuddin, Metodologi
Studi Islam, (Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 1998)
Ath Thabari, Muhammad bin Jarir, Abu Ja’far, Jami’ul
Bayan Fi Ta’wil Al Qur’an, (Mu’asasah Risalah, 2000)
At Tirmidzy, Muhammad bin
Isa bin Saurah bin Musa bin Ad Dhahak, Sunan At Tirmidzy, (Syirkah
Maktabah wa Mathba’ah Musthafa Al Halaby Mesir, 1975).
Quthb,
Sayyid, Fii Dzhilal al Qur'an, alih bahasa Aunur Rafiq Saleh
Tamhid, (Robbani Press, Jakarta, 2003).
Zain, Nur, Hidayat
Nataatmaja, Kritik Terhadap
Sains Barat, dalam Metodologi Studi Islam, Percikan Pemikiran Tokoh
dalam Membumikan Agama, (ArRuzz Media, Jogjakarta, 2011).
Sumber Internet
Malina Rajalan,
Tanggungjawab Muslim terhadap Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Wadah Ilmiah, http://malianarajalan.blogspot.com/2017/02/tanggungjawab-muslim-terhadap.html. akses 4 /2/2020.
[1]
Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta,
1998, hlm.1
[2]
Azyumardi
Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Logos
Wacana Ilmu, Jakarta, 1998, hlm. 37.
[3]
Nur
Zain, Hidayat Nataatmaja,Kritik Terhadap Sains Barat, dalam Metodologi
Studi Islam, Percikan Pemikiran Tokoh dalam Membumikan Agama, ArRuzz
Media, Jogjakarta, 2011, hlm.25.
[4] Nur Zain, ibid, hlm.25.
[5] Muhammad bin Jarir Abu Ja’far Ath Thabari,, Jami’ul
Bayan Fi Ta’wil Al Qur’an, Mu’asasah Risalah, 2000, Juz 1, hlm.482.
[6] Amru Khalid, Khowatir Qur’aniyah, Nazharat Ahdafi Suwaril Qur’an, alih bahasa Khozin Abu Faqih dkk, Al I’tishom, Jakarta, 2019, hlm.19.
[7]
Azyumardi
Azra, op.cit, hlm.38.
[8]
Hamka, Tafsir Al Azhar, 1988, Pustaka Panjimas Jakarta, hlm.211.
[9]
Sayyid
Quthb, Fii Dzhilal al Qur'an, alih bahasa Aunur Rafiq Saleh
Tamhid, Robbani Press, Jakarta,2003, Jilid 13, h.478.
[10] Amru Kholid, op.cit,
hlm.703
[11] Ath Thabari, op.cit, Juz.23, hlm.521
[12]
Amru
Kholid, op.cit, hlm.19.
[13]
Amru
Kholid, ibid, hlm.20.
[14]Muhammad bin
Ismail Abu Abdullah Al Bukhary, Shahih Bukhary, Daar At Tuuqa An
Najah, 1422, Juz 1, hlm.24.
[15]
Malina Rajalan, Tanggungjawab Muslim terhadap Pengembangan
Ilmu Pengetahuan, Wadah Ilmiah, http://malianarajalan.blogspot.com/2017/02/tanggungjawab-muslim-terhadap.html. akses 4 /2/2020, 10:46 wib.
[16]
Nurcholis Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban,
Paramadina & Dian Rakyat, Jakarta, 2008, hlm.136-137.
[17]
Nurcholis
Madjid, ibid, hlm.137.
[18] Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Ad Dhahak At Tirmidzy, Sunan
At Tirmidzy, Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafa Al Halaby Mesir,
1975, Juz 4, hlm 612, No. 2417.Ia berkata: “Ini hadits hasan shahih. Sedangkan Nashirudin
Albany menyebutnya Shahih.
[19] Malina Rajalan, Tanggungjawab Muslim terhadap Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Wadah Ilmiah, http://malianarajalan.blogspot.com/2017/02/tanggungjawab-muslim-terhadap.html. akses 4 /2/2020, 13;22 wib.
[20] Nurcholis Madjid, Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan, Mizan Pustaka, Bandung,2013, hlm.331-332.