Sifat-sifat dan Karakter Rasulullah saw - Saungpikir

Saturday, September 27, 2025

Sifat-sifat dan Karakter Rasulullah saw




oleh Wahyu B Prasojo

            Nabi Muhammad SAW adalah teladan sempurna bagi umat manusia, yang tidak hanya dikenal sebagai utusan Allah, tetapi juga sebagai pribadi dengan akhlak mulia yang menjadi panutan sepanjang zaman. Sifat dan karakternya yang luhur, seperti kejujuran, kesabaran, kasih sayang, dan keteguhan dalam menyampaikan risalah, telah menginspirasi miliaran umat Islam di seluruh dunia. Artikel ini akan mengupas berbagai sifat dan karakter Nabi Muhammad SAW yang mencerminkan keunggulan moral dan spiritual, serta bagaimana nilai-nilai tersebut tetap relevan sebagai pedoman hidup hingga kini.

1. Sifat-sifat Wajib Bagi Para Nabi

Sebagai Nabi utusan Allah ia memilki sifat-sifat yang wajib bagi para Rasul. Yaitu:

Sidiq (benar)

Muhammad mempunyai sifat siddiq, yaitu jujur menyatakan mana yang benar dan mana yang salah. Sifat siddiq berarti mengikuti dan menetapi kebenaran. Tidak mengikuti hawa nafsunya sehingga menjauhkan diri dari kebenaran.

وَٱلَّذِي جَآءَ بِٱلصِّدۡقِ وَصَدَّقَ بِهِۦٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ ٣٣

Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa (Az Zumar 33)

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ ٣  إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ ٤

3. dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya

4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (An Najm 3 & 4)

            Dia tidak pernah berdusta, karena itu akan menghilangkan kepercayaan orang kepada kata-katanya. Sehingga tidak mau membenarkan dan mengikuti ajarannya. Kaisar Heraklius pernah bertanya kepada abu Sufyan ketika ia masih musyrik, “Sebelum ia membawa seruan ini, pernahkah kamu ketahui ia sebagai seorang pembohong? Abu Sufyan menjawab, “Sekalipun tidak”. Heraklius menyimpulkan, “Kalau orang tidak berani berdusta dalam urusan dengan manusia, dia pasti lebih takut untuk berdusta dalam urusannya dengan Tuhan.”

Amanah (dapat dipercaya)

Amanah secara umum berarti bertanggungjawab terhadap tugas yang dipikulkan di pundaknya. Selalu sama antara kata dan perbuatan, selalu menepati janji, melaksanakan perintah, menunaikan keadilan, memberikan hukum yang sesuai dan dapat menjalankan sesuatu yang disepakatinya. Muhammad terkenal dengan dua sifat ini di kalangan masyarakat Quraisy. Mereka menjulukinya As Sadiq Al Amin, yang benar lagi terpercaya.

إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرٗا ٥٨

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (An Nisaa :58)

 

Tabligh (menyampaikan)

Sebagaimana lazimnya tugas para Nabi, Muhammad menyampaikan apa saja yang datang dari Tuhannya kepada ummatnya. Tidak ada bujukan dan rayuan bahkan ancaman yang dapat membuatnya menahan dan menyembunyikannya. Meski itu berlawanan dengan hawa nafsu dan keinginan manusia, tetap ia sampaikan. Sehingga tak jarang ia dimusuhi karenanya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلرَّسُولُ بَلِّغۡ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَۖ وَإِن لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ رِسَالَتَهُۥۚ وَٱللَّهُ يَعۡصِمُكَ مِنَ ٱلنَّاسِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٦٧

Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang ingkar. (Al Maidah 67)

Fatanah (cerdas)

Meskipun ia seorang ummi (tidak pandai membaca dan menulis), namun akalnya sangat cerdas, pendapatnya sangat jitu, wajahnya berseri, lebih suka diam dari pada berbicara dan pandai bergaul.[1] Thomas Carlyle menyebutnya “tahu hakikat segala sesuatu, bukan sebatas kulitnya saja.”[2] Kecerdasan Muhammad dapat dilihat bagaimana ia merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan dan mengendalikan gerakan perubahan sosialnya.[3] Hamka juga mengartikan fathanah sebagai bijaksana dan dapat mengatur kekuatan kaumnya. [4]

2. Keunggulan Kualitas Pribadi

            Nabi Muhammad memiliki kepribadian unggul dan sempurna dalam segala segi, fisik, akal, budi pekerti dan adab sopan santun.[5] Ia adalah manusia yang paling tinggi mutunya.[6] Beberapa sifat dan karakter kepemimpinan yang penting pada diri Nabi Muhammad antara lain;

Tidak mementingkan dunia

            Dia tidak peduli pada dunia yang hanya sementara. Meski pintu-pintu kekayaan dunia di timur dan di barat sudah berada di tanganya. Hidupnya sangat sederhana. Makanannya hanya sekedar mengenyangkan perutnya, pakaiannya hanya sekedar yang perlu dipakainya. Peninggalannya ketika wafat hanya sebilah pedang, seekor kuda tunggangan dan tanah yang disedekahkan.[7]

            Jurji Zaidan menuliskan bahwa sebagian penulis sejarah menuduh bahwa Muhammad menyiarkan agama karena menginginkan kebesaran dan kemegahan dunia. Padahal sejarah hidup Muhammad itu cukup jelas untuk menunjukkan bahwa ia bekerja dengan ikhlash. Sekiranya ada motivasi yag seperti dituduhkan itu, tentu ia tidak akan kuat menerima siksaan orang-orang yang menolaknya.[8]

Thomas Carlyle menjelaskan ketulusan hati dari orang yang agung adalah sesuatu yang tidak bisa diungkapkan. Bahkan saya pikir orang itu sendiri tidak sadar akan ketulusan hatinya. Untuk apa seseorang berlaku benar hanya untuk satu hari? Tidak, orang yang besar tidak akan menyombongkan ketulusan hatinya sendiri.[9] Jiwa yang besar yang pendiam: adalah orang yang walaupun tidak bisa, ia akan bersungguh-sungguh karena sifat dasarnya membawa dia untuk berlaku sungguh-sungguh. Sewaktu orang lain berpura-pura seolah-olah bersungguh-sungguh, laki-laki ini tidak bisa berbuat demikian dan dia sendirian dengan jiwanya dan kenyataan terhadap apa yang terjadi ... Kesungguhan telah ada dalam kebenaran tuhan. Kata-kata dari laki-laki ini adalah suara hatinya langsung tanpa berpura-pura. Orang-orang harus mendengarkan apa yang dikatakannya daripada mendengarkan yang lain. Yang lain adalah bagaikan angin lalu.[10]

Ambisi? Apa yang dilakukan oleh seluruh orang Arab pada laki-laki ini. Dengan mahkota kerajaan Heraclius, Persia dan semua mahkota di dunia Apa yang bisa mereka lakukan padanya? Itu bukanlah tentang surga di atas dan neraka di bawah. Menjadi kepala suku di Makkah atau Arab, dan mempunyai sebidang tanah- akankah itu menjadi keselamatan bagi seseorang? Saya pikir tidak. Kita akan meninggalkan semuanya. Semua kekayaan dan keberuntungan, semua akan kita tinggalkan juga."[11]

Kesetiaan dan Kebaikan Hati

Seorang laki-laki yang jujur dan setia. Jujur dalam perbuatan, perkataan dan pemikirannya. Mereka mencatat bahwa beliau selalu bersungguh-sungguh terhadap segala sesuatu. Seorang laki-laki yang pendiam. Diam apabila tidak ada yang harus dikatakan, tetapi selalu bijak dan tulus apabila berbicara. Selalu menerangi setiap persoalan. Ini adalah bagian dari apa yang disebut perkataan yang bernilai.[12]

Ini adalah tentang kebaikan hati yang tiada batasnya beliau tidak pernah lupa pada istri pertamanya Khadijah. Lama setelah Khadijah meninggal, Aisyah merupakan istri muda beliau yang tersayang, wanita yang berbeda dengan wanita-wanita lain karena budi pekertinya yang luhur. Pada suatu hari, Aisyah yang pandai ini mengajukan pertanyaan pada beliau, "Sekarang, apakah saya lebih baik daripada Khadijah? Dia adalah janda, tua dan sudah tidak begitu cantik. Kamu lebih mencintaiku dibandingkan Khadijah, bukan?"--"Tidak, demi Allah!", jawab Rasulullah. "Demi Allah, tidak! Dia mempercayaiku sewaktu orang-orang di dunia ini menjauhiku, hanya dialah teman baikku!"[13]

Tidaklah mudah menolak godaan syetan untuk mengalahkan ego dari istrinya yang masih muda, cantik dan pandai, Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq. Mengapa tidak membiarkannya mendengar sanjungan yang menyenangkan dirinya. Bahkan Khadijah-pun sudah tidak ada lagi sehingga tidak mungkin sakit hati. Akan tetapi Rasulullah tidak mau berbohong. Perlakuan seperti itu menunjukkan kepada kita bahwa beliau adalah orang yang mulia, yang tetap tercatat sejak 40 abad yang lalu.

Keindahan Akhlaq

Ia tidak suka dipuji, baik pujian pada tempatnya, apalagi bukan pada tempatnya. Dua orang penyanyi mendendangkan lagu menyebut-nyebut syuhada perang badar. Ketika mereka bersyair, “Ada Nabi di sisi kami mengetahui yang terjadi esok”, Nabi menegur mereka: “Yang demikian jangan diucapkan.”

Keramahan dan kasih sayangnya mencakup segala orang. “Kasihanilah petinggi satu kaum yang jatuh hina,” demikian sabdanya. Ketika seseorang begitu takut dan gemetar menghadapnya, ia menenangkan orang itu sambil mengingat jasa ibunya: “Aku tidak lain adalah anak seorang wanita suku Quraisy yang memakan dendeng.”

Sebagai penghormatan kepada orang lain, ia mengulurkan tangan terlebih dahulu untuk bersalaman. Ia menoleh dengan seluruh badannya, jika dipanggil orang. Ia menunjuk dengan seluruh jarinya, dan tidak terlihat meluruskan kaki sambil duduk di tengah sahabatnya. Ia memanggil mereka dengan panggilan mesra atau panggilan penghormatan, yakni dengan kunyah (nama panggilan yang didahului oleh “Abu” atau “Ummu”).

Kemurahan dan kerendahan hati Nabi saw sangat menonjol. Tidak pernah ada orang yang datang kepadanya meminta pertolongan pulang dengan tangan kosong. Jika ia sedang tidak punya sesuatu untuk diberikan, ia berjanji akan memberikannya ketika ia sudah punya sesuatu yang dibutuhkan, dan pasti ditepatinya janjinya itu.

Daftar Pustaka

Abduh, Muhammad, 1995, Risalah Tauhid, alih Bahasa Firdaus AN, Bulan Bintang, Jakarta.

Arnold, Thomas W, tt, The Preaching of Islam, (terj. Nawawi Rambe) Jakarta: Widjaya.

Carlyle, Thomas, Heroes and Heroes Whorshipers, Kuliah Umum Pada tanggal 8 Mei 1840. 

Hamka, 1997, Sejarah Ummat Islam, Pustaka Nasional PTE LTD, Singapura,.

_______, tt, Pelajaran Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta.



[1] Hamka, 1997, Sejarah Ummat Islam, Pustaka Nasional PTE LTD, Singapura, hal.134.

[2] Hamka, 1997, ibid, hal.137.

[3] Thomas Arnold, tt, The Preaching of Islam, (terj. Nawawi Rambe) Jakarta: Widjaya.hal.29.

[4] Hamka, 1986, Pelajaran Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta, hal.189.

[5] Muhammad Abduh, 1995, Risalah Tauhid, alih Bahasa Firdaus AN, Bulan Bintang, Jakarta, hal.113.

[6] Muhammad Abduh, ibid, hal.113.

[7] Hamka, op.cit, hal.115.

[8] Hamka,1997, ibid, hal.135.

[9] Thomas Carlyle, Heroes and Heroes Whorshipers, Kuliah Umum Pada tanggal 8 Mei 1840, hal.59. 

[10] Thomas Carlyle, ibid, hal.71.

[11] Thomas Carlyle, ibid, hal.61.

[12] Thomas Carlyle, ibid, hal.69.

[13] Thomas Carlyle, ibid, hal.76. 

Comments


EmoticonEmoticon