wahyu b prasojo
Suatu hari di tahun 1946, di Pasar Kranggan di Perempatan Tugu, Kota
Jogjakarta. Warga pedagang dan pembeli sedang heboh karena seorang perempuan
pedagang beras pingsan. Kenapa perempuan pingsan bisa menimbulkan kehebohan?
Ternyata bukan karena pingsannya perempuan itu, melainkan penyabab pingsannya
itulah yang membuat heboh.
Beberapa saat sebelumnya, perempuan pedagang beras itu berangkat dari
Kaliurang. Seperti biasanya, ia menunggu tumpangan mobil yang menuju selatan,
begitupun sebaliknya ia biasa menumpang kendaraan yang menuju utara untuk
pulang. Perjalanan semacam ini sudah biasa juga dilakukan para pedagang dan
masyarakat dengan ongkos yang sudah disepakati juga.
Perempuan itu pun menghentikan sebuah Jeep yang melintas ke arah
selatan untuk menuju pasar Kranggan. Jeep itu berhenti, dan ia menyuruh
pengemudi Jeep untuk mengangkat beras dagangannya, entah berapa karung.
Sopir itu pun menurutinya.
Setibanya di pasar, sopir itu pun turun dan membantu menurunkan
karung-karung beras di dalam Jeep. Setelah semua beres, pedagang beras
itu menyodorkan uang imbalan kepada sopir. Tetapi sopir itu menolak. Dengan
sopan dikembalikannya uang itu. Pedagang itu marah-marah, karena ia mengira
sopir meminta bayaran lebih. Sambil membereskan dagangannya, ia terus saja mengoceh
tentang sopir yang tak mau dibayar dengan ongkos yang sudah biasa. Tapi sopir
itu tidak berkata apa-apa dan pergi begitu saja mengendarai kendaraan perangnya
itu.
Setelah Jeep itu menghilang di tikungan, seorang Polisi yang sedang berugas di sana menghampiri perempuan pedagang beras itu. Ia lalu bertanya, “Mbakyu tahu, siapa supir Jeep tadi?” Masih sambil marah-marah, ia menjawab, “Sopir yo sopir, ngono ae. Aku ora perlu ngerti jenenge. Sopir ra nggenah!”[1]
“Saya kasih tahu ya Mbakyu,” kata polisi itu, “Sopir jip tadi itu, Ngarso
Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono IX, rajanya Jogjakarta ini.” Seketika itu
perempuan pedagang beras itu pingsan, terjerembab di tanah.
Dari: S.K. Trimurti, Kesan-kesan Wong Cilik tentang Rajanya,
dalam Tahta Untuk Rakyat, Celah-celah Kehidupan Sultan
Hamengku Buwono IX. Gramedia, 1982.
Masya Allah
ReplyDeleteMaa syaa Allah. Al Fatihah bagi Sri Sultan Hamengku Buwono IX. ❤️
DeleteMaasya Allah!
ReplyDelete