oleh Wahyu B Prasojo
Pendahuluan
Persatuan Ummat Islam (PUI) adalah
sebuah
organisasi massa Islam di Indonesia yang didirikan
pada 5 April 1952 di majalengka.[1]
PUI lahir sebagai hasil fusi dua organisasi besar kala itu. Yaitu
Perikatan Ummat Islam (PUI) pimpinan KH Abdul Halim, yang berpusat di Majalengka, dengan Persatuan Ummat
Islam Indonesia (PUII) pimpinan KH Ahmad Sanusi, yang berpusat di Sukabumi.[2]
Ormas hasil fusi ini kemudian melakukan kegiatannya di sejumlah bidang, yaitu
pendidikan, sosial, kesehatan masyarakat, ekonomi dan dakwah. Bahkan ormas ini
sekarang telah merintis kegiatan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek).
Meski tidak sering disebut seperti NU atau Muhammadiyah, popularitas PUI seolah
diwakili nama-nama besar para pengurus terasnya. Di tingkat pusat (PB PUI),
sejumlah tokoh tercantum sebagai pengurus. Sebagai contoh, KH. Cholid
Fadhlullah (Ketua Penasihat), HM. Ahmad Rifa’i (Ketua Dewan Pembina), KH. Anwar
Saleh (Pembina), Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin (Dewan Pakar), Sunmanjaya
Rukmandis, dan banyak lagi. Popularitas PUI “mencuat”,
menyusul terpilihnya H. Ahmad Heryawan sebagai Guburnur Jawa Barat.
Perikatan Oemat Islam (PUI) Majalengka
Perikatan
Ummat Islam (PUI) atau Perikatan Oemat Islam (POI) Majalengka didirikan oleh
K.H. Abdul Halim di Majalengka. Organisasi ini
pada awalnya bernama Hayatul Qulub pada tahun 1912.[3]
Hayatul Qulub berarti “Hati yang hidup”.
Hayatul Qulub
(HQ) bukan hanya sebuah kelompok
kajian agama, melainkan juga semacam komunitas pedagang dan petani pribumi
muslim, yang secara sadar memperkuat jaringannya untuk menghadapi persaingan
usaha dengan para pedagang asing, terutama Tionghoa. Kelompok ini bahkan
bentuknya lebih mirip koperasi ketimbang Majelis Ta’lim. Pengajian memang
dilakukan untuk menanamkan jatidiri muslim dan ukhuwah islamiyah. Sehingga
tumbuh kesadaran untuk saling membantu sesama anggotanya terutama dalam bidang
ekonomi dan bisnis. Di antara usahanya adalah simpan pinjam. Dengan dana
patungan anggota mereka sempat mendirikan sebuah pabrik tekstil. Meskipun saat
ini keberadaan pabrik tersebut sudah tidak diketahui.
Pada
tahun 1915, HQ dibubarkan pemerintah colonial Belanda, pasca konflik kerusuhan
anti cina. Kegiatan HQ yang sifatnya ekonomi terhambat. Tetapi kegiatan
pengajian masih tetap berlangsung dalam lembaga yang disebut Majelis Ilmi.
Majelis Ilmi (MI)
adalah juga lembaga yang dibentuk KH Abdul Halim bersamaan dengan HQ. Bedanya
Majelis Ilmi lebih bersifat pengajian agama.
Setahun
kemudian yaitu 1916, MI membangun sekolah dengan nama Jam’iyah I’anat Al
Muta’alimin. Nama ini sekaligus menjadi nama baru organisasi. Mereka
membangun satu musholla dan tiga ruang untuk madrasah. Sekolah ini di samping
menggunakan sistem halaqah, di mana siswa duduk
melingkar di sekitar guru yang mengajar, juga menggunakan sistem klasikal eropa
seperti yang kita kenal sekarang. Sistem halaqoh untuk belajar agama, sedangkan
sistem kelas untuk belajar ilmu pengetahuan umum.
Pada
tahun 1917, atas usul HOS Cokroaminoto, Jam’iyah mengajukan pengakuan sebagai
sekolah resmi kepada pemerintah Belanda. Pengajuan ini diluluskan pada 21
Desember 1917, dengan pergantian nama organisasi menjadi Persyarikatan Oelama.[4]
Persatuan Ummat Islam
Indonesia PUII Sukabumi
Persatuan
Ummat Islam Indonesia (PUII) didirikan oleh KH. Ahmad Sanusi di Sukabumi, Jawa
Barat. Pada awalnya, PUII bernama Al-Ittihadiyatul Islamiyah (AII). Didirikan
pada tahun 1931, ketika beliau masih dalam tahanan Pemerintah kolonial Belanda.[5]
Organisasi
ini lebih banyak bergerak di bidang social, dengan mendirikan sekolah, panti
asuhan yatim, koperasi dan baitul maal. Pada tahun 1932, pasca perubahan
statusnya menjadi tahanan kota di Sukabumi, AAI telah mempunyai 24 cabang di
Batavia, Bogor dan Priangan.[6]
Organisasi ini berkembang semakin pesat setelah KH Ahmad Sanusi bebas pada 1939.
Masa Perjuangan Kemerdekaan
Indonesia
Pada
masa pendudukan Jepang, organisasi-organisasi pergerakan yang tahun 1938
bergabung dalam MIAI (PO, AII, Muhamadiyah, dan NU) dibubarkan. Para ulama atau
pimpinan organisasi tersebut kemudian mendesak penguasa Jepang agar
organisasi-organisasi mereka dibolehkan bergerak lagi. Beberapa bulan kemudian,
organisasi-organisasi tersebut diizinkan oleh penguasa Jepang untuk melakukan
kembali kegiatan-kegiatannya. Federasi MIAI pun diizinkan bergerak lagi dengan
nama Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Saat itulah PO berganti nama
menjadi Perikatan Oemmat Islam (POI). Dengan perubahan Ejaan Bahasa Indonesia
sistem Soewandi (1974), nama itu menjadi Perikatan Ummat Islam (PUI). Pada masa
pendudukan Jepang, AII sebagai anggota MIAI mengalami proses yang sama seperti
PO. Pada saat itulah AII berganti nama menjadi Persatuan Oemmat Islam Indonesia
(POII) tahun 1942 dan berubah nama lagi tahun 1947 menurut Ejaan Soewandi
menjadi PUII.
Bersama-sama
NU dan Muhammadiyah, POII dan PUII, melalui Masjumi, mengusulkan kepada
Pemerintah Pendudukan Jepang agar kaum muslimin Indonesia dapat membentuk
sebuah kekuatan paramiliter mereka sendiri. Pada tahun 1944 berdirilah
Hizbullah. Dalam setahun saja sekitar 50.000 orang bergabung dalam Hizbullah. [7]
Meskipun, sebagaimana PETA (Pembela Tanah Air) kesatuan paramiliter bentukan
Jepang, kekuatan militer kaum muslimin ini lebih diarahkan sebagai kekuatan
defensive atau pertahanan. Sementara
itu, PETA diisi kebanyakan orang-orang baru, sedangkan Hizbullah lebih
diminati oleh mantan anggota KNIL bentukan Belanda yang lebih berpengalaman
perang. Di mana kebanyakan komandan Hizbullah adalah para pemimpin agama local
yang telah mendapat Pelatihan dasar kemiliteran.[8]
Masyumi juga mendirikan Perguruan
Tinggi Islam yang merupakan representasi dari seluruh komponen ummat Islam
Indonesia dengan nama Sekolah Tinggi Islam (STI) yang kemudian menjadi
University Islam Indonesia pada tanggal 14 Desember 1947.[9] Di
mana KH Abdul Halim dan KH Ahmad Sanusi menjadi anggota Pengurus Badan
Wakafnya.[10]
Maksud mengembangkan STI menjadi sebuah universitas didasarkan pada
keprihatinan karena tidak adanya sebuah perguruan tinggi yang mampu mengajarkan
ilmu-ilmu agama secara integral dengan ilmu-ilmu umum.
Fusi Menjadi Persatuan Ummat
Islam
Kedua
pendiri organisasi yang tersebut terakhir di atas, yakni KH. Ahmad Sanusi dan
KH. Abdul Halim, adalah sahabat karib yang sama-sama menimba ilmu di Mekah,
Arab Saudi, antara tahun 1908-1911 M. Keduanya bersahabat sangat baik. Mereka
pun sering bertukar pikiran, baik dalam pendalaman ilmu maupun pengamalannya.
Waktu di
Mekah, mereka juga bertemu dan menjalin persahabatan karib dengan tokoh-tokoh
pejuang Islam Indonesia lainnya, seperti KH. Mas Mansyur (Muhammadiyah) dan
KH.Abdul Wahab (Nahdlatul Ulama).
Sekembalinya
di tanah air, persahabatan mereka berlanjut. Mereka saling berkunjung untuk
lebih memantapkan cita-cita yang telah terukir dan digalang sejak di
perantauan, yaitu cita-cita untuk menggalang persatuan dan kesatuan ummat Islam
Indonesia. Bagi mereka, persatuan umat Islam merupakan tulang punggung wawasan
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Setelah
masing-masing memimpin PO dan AII, frekuensi pertemuan mereka makin tinggi dan
efektif. Sejak KH. Abdul Halim (PO) diundang oleh KH. Ahmad Sanusi untuk
memberikan ceramah pada Muktamar AII di Sukabumi, pada Maret 1935.[11]
Rencana realisasi cita-cita tentang terciptanya persatuan dan kesatuan ummat
Islam Indonesia semakin konkret. Kedua ulama beserta seluruh anggota
masing-masing bertekad bulat untuk melebur organisasi mereka, guna mewujudkan
cita-cita bersama, dalam ikatan organisasi baru bernama Persatuan Ummat Islam
(PUI) .
Rencana
mengenai nama bentuk organisasi hasil fusi, yaitu Persatuan Ummat Islam,
rancangan (konsep) kepengurusan, waktu serta tempat diadakan fusi, dan
lain-lain telah disepakati bersama.Tetapi takdir Allah tidak dapat dielakkan.
Sebelum upacara fusi dilaksanakan, KH. Ahmad Sanusi dipanggil oleh Allah SWT.
Beliau wafat tahun 1950.
Sesuai
dengan wasiatnya kepada keluarga dan pengurus PUII agar pelaksanaan fusi
secepatnya direalisasi, maka tanggal 5 April 1952 bertepatan dengan 9 Rajab
1371 H, PUI dan PUII resmi berfusi menjadi Persatuan Ummat Islam (PUI). Tanggal
5 April pun dinyatakan sebagai “Hari Fusi PUI”.
Penutup
PUI
memiliki ideology “mempersatukan ummat Islam” yang sangat tergambar dalam
pemilihan nama organisasi yang dipakainya. Tema mempersatukan kaum muslimin
adalah tema yang sangat baik dan urgent untuk diperjuangkan bersama-sama oleh
seluruh komponen ummat.
Dengan
jumlah anggotanya yang relative besar, PUI dapat
memenafaatkannya
untuk membangun jaringan bisnisnya. Hal ini perlu dilakukan untuk tujuan-tujuan
keummatan, yaitu menjamin produk-produk yang halal dan sehat bagi kaum
muslimin, membangun kemandirian ekonomi ummat, bahkan menumbuhkan kecintaan
pada produk dalam negeri dan melindungi pasar Indonesia dari serbuan produk
import.
Perlu
dilakukan kajian yang lebih mendalam terutama untuk menggali apa yang terjadi
pada masa-masa pasca terjadinya fusi 1952 hingga sekarang,
terutama di wilayah atau cabang-cabang PUI. Agar dapat diketahui dinamika yang terjadi
dalam tubuh organisasi, sehingga dapat dijadikan pelajaran.
Daftar
Pustaka
Anam, Ahmad Misbahul, K.H. AHMAD SANUSI, Pemikir dan Penggerak Islam dari Sukabumi, http://ahmadalim.blogspot.com/2010/08/kh-ahmad-sanusi.html).
Anggaran
Dasar PUI tahun 2010.
Brown, Colin, A Short History of Indonesia: an
unlikely nation?, Allen & Unwin, New South Wales, 2003.
Falah, Miftahul, Riwayat Perjuangan KH Abdul
Halim, Masyarakat Sejarah Indonesia Cabang Jawa Barat, 2008.
Logo PUI, https://puijabar.org/logo-pui/
Sejarah Singkat Fakultas Hukum
UII, (http://pascasarjanahukum.uii.ac.id /content/view/51/105/).
[1] Anggaran Dasar PUI tahun 2010, Bab 1, Pasal 1, ayat 1.
[2] Ibid, Bab 1, Pasal 1, ayat 1.
[3] Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan KH Abdul Halim, Masyarakat Sejarah Indonesia Cabang Jawa Barat, 2008, hal.31
[4] Ibid, hal.40.
[5] Ibid, hal.151.
[6] Ibid, hal.151.
[7] Colin Brown, A Short History of Indonesia: an unlikely nation?, Allen & Unwin, New South Wales, 2003, hal. 148.
[8] Ibid, hal.148.
[9] Sejarah Singkat Fakultas Hukum UII, (http://pascasarjanahukum.uii.ac.id /content/view/51/105/) akses 5/12/2014 jam 10:43 wib.
[10] Ahmad Misbahul Anam, K.H. AHMAD SANUSI, Pemikir dan Penggerak Islam dari Sukabumi, (http://ahmadalim.blogspot.com/2010/08/kh-ahmad-sanusi.html) waktu akses 5/12/2014, 10:44 wib.
[11] Miftahul Falah, op.cit, hal.154.