SEJARAH BERDIRINYA PERSATUAN UMMAT ISLAM - Saungpikir

Saturday, November 12, 2022

SEJARAH BERDIRINYA PERSATUAN UMMAT ISLAM

oleh Wahyu B Prasojo 



Pendahuluan

Persatuan Ummat Islam (PUI) adalah sebuah organisasi massa Islam di Indonesia yang didirikan pada 5 April 1952 di majalengka.[1] PUI lahir sebagai hasil fusi dua organisasi besar kala itu. Yaitu Perikatan Ummat Islam (PUI) pimpinan KH Abdul Halim, yang berpusat di Majalengka, dengan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) pimpinan KH Ahmad Sanusi, yang berpusat di Sukabumi.[2] Ormas hasil fusi ini kemudian melakukan kegiatannya di sejumlah bidang, yaitu pendidikan, sosial, kesehatan masyarakat, ekonomi dan dakwah. Bahkan ormas ini sekarang telah merintis kegiatan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

Meski tidak sering disebut seperti NU atau Muhammadiyah, popularitas PUI seolah diwakili nama-nama besar para pengurus terasnya. Di tingkat pusat (PB PUI), sejumlah tokoh tercantum sebagai pengurus. Sebagai contoh, KH. Cholid Fadhlullah (Ketua Penasihat), HM. Ahmad Rifa’i (Ketua Dewan Pembina), KH. Anwar Saleh (Pembina), Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin (Dewan Pakar), Sunmanjaya Rukmandis, dan banyak lagi. Popularitas PUI “mencuat”, menyusul terpilihnya H. Ahmad Heryawan sebagai Guburnur Jawa Barat.

Perikatan Oemat Islam (PUI) Majalengka

Perikatan Ummat Islam (PUI) atau Perikatan Oemat Islam (POI) Majalengka didirikan oleh K.H. Abdul Halim di Majalengka. Organisasi ini pada awalnya bernama Hayatul Qulub pada tahun 1912.[3] Hayatul Qulub  berarti “Hati yang hidup”. Hayatul Qulub (HQ) bukan hanya sebuah kelompok kajian agama, melainkan juga semacam komunitas pedagang dan petani pribumi muslim, yang secara sadar memperkuat jaringannya untuk menghadapi persaingan usaha dengan para pedagang asing, terutama Tionghoa. Kelompok ini bahkan bentuknya lebih mirip koperasi ketimbang Majelis Ta’lim. Pengajian memang dilakukan untuk menanamkan jatidiri muslim dan ukhuwah islamiyah. Sehingga tumbuh kesadaran untuk saling membantu sesama anggotanya terutama dalam bidang ekonomi dan bisnis. Di antara usahanya adalah simpan pinjam. Dengan dana patungan anggota mereka sempat mendirikan sebuah pabrik tekstil. Meskipun saat ini keberadaan pabrik tersebut sudah tidak diketahui.

Pada tahun 1915, HQ dibubarkan pemerintah colonial Belanda, pasca konflik kerusuhan anti cina. Kegiatan HQ yang sifatnya ekonomi terhambat. Tetapi kegiatan pengajian masih tetap berlangsung dalam lembaga yang disebut Majelis Ilmi. Majelis Ilmi (MI) adalah juga lembaga yang dibentuk KH Abdul Halim bersamaan dengan HQ. Bedanya Majelis Ilmi lebih bersifat pengajian agama.

Setahun kemudian yaitu 1916, MI membangun sekolah dengan nama Jam’iyah I’anat Al Muta’alimin. Nama ini sekaligus menjadi nama baru organisasi. Mereka membangun satu musholla dan tiga ruang untuk madrasah. Sekolah ini di samping menggunakan sistem halaqah, di mana siswa duduk melingkar di sekitar guru yang mengajar, juga menggunakan sistem klasikal eropa seperti yang kita kenal sekarang. Sistem halaqoh untuk belajar agama, sedangkan sistem kelas untuk belajar ilmu pengetahuan umum.

Pada tahun 1917, atas usul HOS Cokroaminoto, Jam’iyah mengajukan pengakuan sebagai sekolah resmi kepada pemerintah Belanda. Pengajuan ini diluluskan pada 21 Desember 1917, dengan pergantian nama organisasi menjadi Persyarikatan Oelama.[4]

Persatuan Ummat Islam Indonesia PUII Sukabumi

Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) didirikan oleh KH. Ahmad Sanusi di Sukabumi, Jawa Barat. Pada awalnya, PUII bernama Al-Ittihadiyatul Islamiyah (AII). Didirikan pada tahun 1931, ketika beliau masih dalam tahanan Pemerintah kolonial Belanda.[5]

Organisasi ini lebih banyak bergerak di bidang social, dengan mendirikan sekolah, panti asuhan yatim, koperasi dan baitul maal. Pada tahun 1932, pasca perubahan statusnya menjadi tahanan kota di Sukabumi, AAI telah mempunyai 24 cabang di Batavia, Bogor dan Priangan.[6] Organisasi ini berkembang semakin pesat setelah KH Ahmad Sanusi bebas pada 1939.

Masa Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Pada masa pendudukan Jepang, organisasi-organisasi pergerakan yang tahun 1938 bergabung dalam MIAI (PO, AII, Muhamadiyah, dan NU) dibubarkan. Para ulama atau pimpinan organisasi tersebut kemudian mendesak penguasa Jepang agar organisasi-organisasi mereka dibolehkan bergerak lagi. Beberapa bulan kemudian, organisasi-organisasi tersebut diizinkan oleh penguasa Jepang untuk melakukan kembali kegiatan-kegiatannya. Federasi MIAI pun diizinkan bergerak lagi dengan nama Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Saat itulah PO berganti nama menjadi Perikatan Oemmat Islam (POI). Dengan perubahan Ejaan Bahasa Indonesia sistem Soewandi (1974), nama itu menjadi Perikatan Ummat Islam (PUI). Pada masa pendudukan Jepang, AII sebagai anggota MIAI mengalami proses yang sama seperti PO. Pada saat itulah AII berganti nama menjadi Persatuan Oemmat Islam Indonesia (POII) tahun 1942 dan berubah nama lagi tahun 1947 menurut Ejaan Soewandi menjadi PUII.

Bersama-sama NU dan Muhammadiyah, POII dan PUII, melalui Masjumi, mengusulkan kepada Pemerintah Pendudukan Jepang agar kaum muslimin Indonesia dapat membentuk sebuah kekuatan paramiliter mereka sendiri. Pada tahun 1944 berdirilah Hizbullah. Dalam setahun saja sekitar 50.000 orang bergabung dalam Hizbullah. [7] Meskipun, sebagaimana PETA (Pembela Tanah Air) kesatuan paramiliter bentukan Jepang, kekuatan militer kaum muslimin ini lebih diarahkan sebagai kekuatan defensive atau pertahanan. Sementara  itu, PETA diisi kebanyakan orang-orang baru, sedangkan Hizbullah lebih diminati oleh mantan anggota KNIL bentukan Belanda yang lebih berpengalaman perang. Di mana kebanyakan komandan Hizbullah adalah para pemimpin agama local yang telah mendapat Pelatihan dasar kemiliteran.[8]

Masyumi juga mendirikan Perguruan Tinggi Islam yang merupakan representasi dari seluruh komponen ummat Islam Indonesia dengan nama Sekolah Tinggi Islam (STI) yang kemudian menjadi University Islam Indonesia pada tanggal 14 Desember 1947.[9] Di mana KH Abdul Halim dan KH Ahmad Sanusi menjadi anggota Pengurus Badan Wakafnya.[10] Maksud mengembangkan STI menjadi sebuah universitas didasarkan pada keprihatinan karena tidak adanya sebuah perguruan tinggi yang mampu mengajarkan ilmu-ilmu agama secara integral dengan ilmu-ilmu umum.

Fusi Menjadi Persatuan Ummat Islam

Kedua pendiri organisasi yang tersebut terakhir di atas, yakni KH. Ahmad Sanusi dan KH. Abdul Halim, adalah sahabat karib yang sama-sama menimba ilmu di Mekah, Arab Saudi, antara tahun 1908-1911 M. Keduanya bersahabat sangat baik. Mereka pun sering bertukar pikiran, baik dalam pendalaman ilmu maupun pengamalannya.

Waktu di Mekah, mereka juga bertemu dan menjalin persahabatan karib dengan tokoh-tokoh pejuang Islam Indonesia lainnya, seperti KH. Mas Mansyur (Muhammadiyah) dan KH.Abdul Wahab (Nahdlatul Ulama).

Sekembalinya di tanah air, persahabatan mereka berlanjut. Mereka saling berkunjung untuk lebih memantapkan cita-cita yang telah terukir dan digalang sejak di perantauan, yaitu cita-cita untuk menggalang persatuan dan kesatuan ummat Islam Indonesia. Bagi mereka, persatuan umat Islam merupakan tulang punggung wawasan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Setelah masing-masing memimpin PO dan AII, frekuensi pertemuan mereka makin tinggi dan efektif. Sejak KH. Abdul Halim (PO) diundang oleh KH. Ahmad Sanusi untuk memberikan ceramah pada Muktamar AII di Sukabumi, pada Maret 1935.[11] Rencana realisasi cita-cita tentang terciptanya persatuan dan kesatuan ummat Islam Indonesia semakin konkret. Kedua ulama beserta seluruh anggota masing-masing bertekad bulat untuk melebur organisasi mereka, guna mewujudkan cita-cita bersama, dalam ikatan organisasi baru bernama Persatuan Ummat Islam (PUI) .

Rencana mengenai nama bentuk organisasi hasil fusi, yaitu Persatuan Ummat Islam, rancangan (konsep) kepengurusan, waktu serta tempat diadakan fusi, dan lain-lain telah disepakati bersama.Tetapi takdir Allah tidak dapat dielakkan. Sebelum upacara fusi dilaksanakan, KH. Ahmad Sanusi dipanggil oleh Allah SWT. Beliau wafat tahun 1950.

Sesuai dengan wasiatnya kepada keluarga dan pengurus PUII agar pelaksanaan fusi secepatnya direalisasi, maka tanggal 5 April 1952 bertepatan dengan 9 Rajab 1371 H, PUI dan PUII resmi berfusi menjadi Persatuan Ummat Islam (PUI). Tanggal 5 April pun dinyatakan sebagai “Hari Fusi PUI”.

Penutup

PUI memiliki ideology “mempersatukan ummat Islam” yang sangat tergambar dalam pemilihan nama organisasi yang dipakainya. Tema mempersatukan kaum muslimin adalah tema yang sangat baik dan urgent untuk diperjuangkan bersama-sama oleh seluruh komponen ummat.

Dengan jumlah anggotanya yang relative besar, PUI dapat memenafaatkannya untuk membangun jaringan bisnisnya. Hal ini perlu dilakukan untuk tujuan-tujuan keummatan, yaitu menjamin produk-produk yang halal dan sehat bagi kaum muslimin, membangun kemandirian ekonomi ummat, bahkan menumbuhkan kecintaan pada produk dalam negeri dan melindungi pasar Indonesia dari serbuan produk import.

Perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terutama untuk menggali apa yang terjadi pada masa-masa pasca terjadinya fusi 1952 hingga sekarang, terutama di wilayah atau cabang-cabang PUI. Agar dapat diketahui dinamika yang terjadi dalam tubuh organisasi, sehingga dapat dijadikan pelajaran.

Daftar Pustaka

Anam, Ahmad Misbahul, K.H. AHMAD SANUSI, Pemikir dan Penggerak Islam dari Sukabumi, http://ahmadalim.blogspot.com/2010/08/kh-ahmad-sanusi.html).

Anggaran Dasar PUI tahun 2010.

Brown, Colin, A Short History of Indonesia: an unlikely nation?, Allen & Unwin, New South Wales, 2003.

Falah, Miftahul, Riwayat Perjuangan KH Abdul Halim, Masyarakat Sejarah Indonesia Cabang Jawa Barat, 2008.

Logo PUI, https://puijabar.org/logo-pui/

Sejarah Singkat Fakultas Hukum UII, (http://pascasarjanahukum.uii.ac.id /content/view/51/105/).



[1] Anggaran Dasar PUI tahun 2010, Bab 1, Pasal 1, ayat 1.

[2] Ibid, Bab 1, Pasal 1, ayat 1.

[3] Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan KH Abdul Halim, Masyarakat Sejarah Indonesia Cabang Jawa Barat, 2008, hal.31

[4] Ibid, hal.40.

[5] Ibid, hal.151.

[6] Ibid, hal.151.

[7] Colin Brown, A Short History of Indonesia: an unlikely nation?, Allen & Unwin, New South Wales, 2003, hal. 148.

[8] Ibid, hal.148.

[9] Sejarah Singkat Fakultas Hukum UII, (http://pascasarjanahukum.uii.ac.id /content/view/51/105/) akses 5/12/2014 jam 10:43 wib.

[10] Ahmad Misbahul Anam, K.H. AHMAD SANUSI, Pemikir dan Penggerak Islam dari Sukabumi, (http://ahmadalim.blogspot.com/2010/08/kh-ahmad-sanusi.html) waktu akses 5/12/2014, 10:44 wib.

[11] Miftahul Falah, op.cit, hal.154.

Comments


EmoticonEmoticon