Asal-usul Terasi, Ternyata Orang Ciamis yang memberi Nama - Saungpikir

Wednesday, April 12, 2023

Asal-usul Terasi, Ternyata Orang Ciamis yang memberi Nama

 
wahyu bhekti prasojo




Tentu sebagian besar kita mengenal terasi. Terasi atau belacan adalah bumbu masak yang dibuat dari ikan atau udang rebon yang difermentasikan, berbentuk seperti adonan atau pasta dan berwarna hitam-cokelat, kadang ditambah dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Terasi merupakan bumbu masak yang penting di kawasan Asia Tenggara. Hampir tidak ada resep masakan di daerah ini yang tanpa terasi. Tapi dari manakah nama terasi itu berasal? Mengapa ia dinamai terasi? Siapa yang memberinya nama?

Raden Walangsungsang Babakyasa

Syahdan Putra Raja Pajajaran Raden Walangsungsang yang telah Islam, diberi izin oleh gurunya, Syaikh Nurjati untuk babakyasa (memulai membangun padukuhan atau pemukiman sendiri).[1] Maka Raden Walangsungsang bersama istrinya Indangayu dan adik perempuannya, Rara Santang memulai perjalanan mereka menyusuri pesisir pantai ke arah selatan, kemudian berbelok ke barat, hingga bertemulah dengan sebuah dukuh kecil bernama Lemahwungkuk.

Kedatangan mereka bertiga disambut hangat oleh Ki Gedeng Alang-alang pemimpin dukuh tersebut. Karena tidak memiliki anak juga kawan di tempat yang sepi itu, bahkan mereka bertiga diangkat sebagai anaknya.

Ki Gedeng Alang-alang mengizinkan Raden Walangsungsang membabat hutan untuk membuka lahan pertanian. Maka mulailah Raden Walangsungsang membuka lahan pertanian, untuk ditanami palawija. Perkebunan itu menghasilkan tanaman yang baik dan melimpah panennya. Lama lama banyak orang datang dan ikut bertani di lokasi itu.

Tumbukan / Gilingan Udang Rebon

Ki gedeng menganjurkan Raden Walangsungsang untuk melaut, di sela-sela kegiatannya membuka lahan padukuhan dan berladang. Di laut banyak terdapat ikan-ikan kecil dan rebon, sejenis udang yang berukuran kecil. Maka pada pagi hari Raden Walangsungsang membabat hutan, sedang malamnya menjala rebon. Usaha Raden Walangsungsang itu berhasil dengan baik. Udang rebon banyak sekali didapatnya.

Ki Gedeng Alang-alang kemudian mengajarkan cara pengolahan rebon tersebut agar awet dan dapat dijual dengan mudah. Yaitu  dengan cara menumbuk rebon sampai halus. Ternyata banyak orang menyukainya. Bahkan berebut untuk membelinya. Begitu juga hasil panen palawijanya, menjadi rebutan orang-orang sampai ke Palimanan dan Rajagaluh. Dukuh lemahwungkuk pun berkembang menjadi ramai. Semakin banyak orang datang untuk menetap di tempat itu. Ki Gedeng, sangat bergembira. Begitu juga keluarga Raden Walangsungsang karena memiliki tetangga yang banyak.

Pajak Gilingan Udang Rebon

Lama-lama, Lemahwungkuk terkenal semakin luas. Semakin terkenal juga karena produk bubukan rebonnya. Sehingga menarik perhatian Raja di Rajagaluh. Prabu Rajagaluh memerintahkan agar dukuh Lemahwungkuk sebagai wilayah bawahannya, didata jumlah penduduknya dan menetapkan pajak tahunan setiap petani rebon. Prabu Rajagaluh memberi perintah kepada Dipati Palimanan untuk memungut pajak. “Banyak orang yang berkebun dan ada yang menangkap ikan dan rebon, aku lebih terasih[2] kepada tumbukan ikan rebon. Agar diperiksa sampai terang dan ditetapkan pajak bagi nelayan rebon itu dalam setahun sepikul bubukan rebon yang sudah halus gelondongan. Dan dihitung berapa cacah jiwa yang bermukim di pantai.”

Dipati Palimanan lalu memerintahkan petugas pajaknya yang disebut Ponggawa Pepitu. “Wahai Ponggawa Pepitu, sekarang periksalah dedukuh baru di pinggir pantai. Ada berapa cacah jiwanya dan nelayan penangkap ikan rebon seyogyanya diberi ketetapan pajak tiap tahun sepikul bubukan rebon yang sudah halus gelondongan. Harap diperiksa sampai terang, karena Sang Prabu terasih sekali kepada bubukan rebon yang sudah gelondongan.

Itulah asal muasal nama terasi bagi tumbukan / gilingan udang rebon yang halus berbentuk gelondongan. Yaitu dari perkataan Prabu Rajagaluh yang sangat terasih[3] kepadanya. Wallahu a’lam bishshawwab.

Daftar Pustaka

Sulendraningrat, P.S., Babad Tanah Sunda Babad Cirebon, tt,tp.



[1] Peristiwa ini terjadi pada 1367 Saka / 1445 Masehi. Lihat P.S. Sulendraningrat, Babad Tanah Sunda Babad Cirebon, tt,tp, hlm. 12.

[2] P.S. Sulendraningrat, ibid, hlm. 13

[3] Penulis yang bukan Urang Sunda, tidak tahu arti kata terasih ini. Mohon dimaafkan. Barangkali di antara pembaca yang budiman ada yang mengetahui artinya.

Comments


EmoticonEmoticon