wahyu bhekti prasojo
Syahdan, Nabi Isa bin Maria, jika bepergian selalu diikuti orang banyak.
Jumlah mereka bisa lebih dari 5000 orang. Sebagian mereka adalah pengikut dan
sahabat setianya yang sedikit, Al Hawariyun. Sebagian lain adalah orang-orang
yang memohon didoakan agar sembuh dari penyakit yang menimpa mereka --ketika
pada waktu mereka terjangkit penyakit menahun, cacat, lepra atau kebutaan. Sebagian
yang lain adalah orang-orang yang ingin melihat dan mengejeknya.
Dalam suatu perjalanan, Nabi Isa bersama orang-orang yang mengikutinya terjebak
di padang pasir. Akibatnya perbekalan mereka mulai menipis. Bahkan sebagian
sudah kehabisan perbekalan. Orang-orang pun mulai resah karena keadaan itu.
Mereka kemudian mendatangi para hawariyyun dan berkata, "Katakanlah kepada
Isa agar berdo’a supaya Tuhannya menurunkan hidangan dari langit untuk
kami."
Syam'un, pemimpin kaum Hawariyun, kemudian menemui Nabi Isa mengabarkan bahwa orang-orang mulai resah
karena kehabisan bekal dan mulai kelaparan. Meskipun ia juga dalam keadaan hati
yang gundah. Ia sadar bahwa orang-orang Bani Israel sering sekali meminta
macam-macam kepada Nabi Isa. Tetapi setelah Allah mengabulkan permintaan mereka
melalui doa NabiNya, mereka malah mengingkari untuk mensyukuri nikmat itu.
Bahkan mereka terus saja membangkang kepada Allah dan NabiNya. Dengan berat
hati ia berkata; “Duhai Tuanku, Isa Putera Maria, maafkan kelancangan saya.
Tetapi orang-orang bertanya, sanggupkah anda meminta kepada Allah agar
menurunkan hidangan dari langit?”
Dengan arif dan lemah lembut, Nabi Isa menjawab, “Katakan pada mereka
supaya mereka bertaqwa kepada Allah jika mereka benar-benar beriman.”
Syam’un lalu menemui orang-orang dan menyampaikan jawaban Nabi Isa. Tapi
orang-orang itu mendesak, “Kami butuh makanan saat ini, dengan demikian akan
menenangkan orang-orang yang gelisah karena kelaparan. Lagi pula bukankah ia ruh
Tuhan, buktikan bahwa ia tidak berdusta.”
Setelah Syam’un menyampaikan tuntutan orang-orang, Isa lalu keluar dari
tendanya dan berkata kepada orang-orang yang mengikuti perjalanannya, “Wahai
kaum, jadilah diri kalian sebagai orang yang merasa selalu diawasi dan takutlah
kepada-Nya jika Dia menurunkan hukuman lantaran ucapan kalian. Karena Allah SWT
tidak lemah untuk melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Keraguan yang ada dalam
diri kalian terhadap kekuasaan Allah untuk menurunkan hidangan dari langit,
merupakan kekufuran. Oleh karena itu, bertaqwalah kepada Allah, supaya Dia tidak
menurunkan siksa kepada kalian!”
Mendengar kata-kata Nabi Isa yang keras, --isi dan nadanya—orang-orang
terdiam. Nabi melanjutkan, "Aku telah berdo’a kepada Allah. Dan Allah
memerintahkan kepada kalian untuk berpuasa. Sanggupkah kalian berpuasa tiga
puluh hari? [1]
Sehingga jika kalian meminta niscaya Allah akan memberikan apa yang kalian pinta
karena balasan bagi seorang pekerja adalah sesuatu yang sesuai dengan pekerjaan
yang dilakukannya.”
Orang-orang pun setuju untuk berpuasa, melakukan perintah Allah.
Setelah 30 hari berpuasa orang-orang berkumpul di depan tenda Nabi Isa,
bermaksud menagih janjinya. Mereka berkata, "Wahai pengajar kebaikan,
engkau berkata kepada kami bahwa balasan bagi seorang pekerja adalah sesuatu
yang sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya dan engkau memerintahkan kami
untuk berpuasa selama tiga puluh hari, lalu kami pun menunaikannya. Padahal biasanya
kami tidak bekerja untuk seseorang dalam waktu tiga puluh hari, kecuali mereka
akan memberikan makan seusai pekerjaan. Maka sesungguhnya kami telah berpuasa
dan berlapar-lapar. Apakah ketaatan kepada Tuhanmu dapat mendatangkan apa yang
engkau minta kepadaNya. Akankah Rabbmu menurunkan hidangan dari langit untuk
kami? "
Isa putra Maryam, lelaki penyayang yang lembut hati, berdiri dan
menangggalkan pakaiannya yang terbuat dari bulu domba, lalu mengenakan pakaian
yang terbuat dari kain kasar. Pakaian tersebut adalah jubah yang terbuat dari
kain kasar berwama hitam dan selimut yang juga berwarna hitam. Ia berdiri
merapatkan kaki dengan kaki, tumit dengan tumit, ibu jari dengan ibu jari, dan
meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiri, seraya menundukkan kepala,
khusyu' kepada Allah. Kedua matanya basah menangis, hingga air matanya membasahi
jenggotnya kemudian menetes ke dadanya. Lirih suaranya memohon,
اللَّهُمَّ
رَبَّنَا أَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا
لِأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِنْكَ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ
الرَّازِقِينَ
"Duhai
Allah, Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit
(yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi
orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda
bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, Engkaulah Pemberi rezeki Yang
Paling Utama".
Allah pun mengabulkan do’a Nabi Isa. Dia menurunkan berbagai macam jenis
makanan dari langit. Dari jenis daging, ikan, sayuran dan buah-buahan.
Melihat keajaiban itu, orang-orang terkejut. Sepertinya mereka memang ragu
dengan permintaan mereka sendiri. Sampai-sampai mereka tidak berani mendekati
makanan itu dan memakannya.
Isa bin Maryam mengajak, “Siapakah di antara kalian yang paling gemar
beribadah kepada Allah, yang paling berani membela agamaNya dan paling percaya
kepadaNya. Marilah membuka hidangan ini, agar kita dapat menyantapnya. Kita harus
menyebut nama Allah dan memujiNya atas hidangan ini.”
Sebagian orang yang ragu melihatnya jumlahnya yang sedikit. “Apakah makanan
itu akan cukup buat semua orang yang hadir?” pikir mereka.
Nabi menjawab, "Memang sedikit, tetapi Allah melimpahkan keberkahan
kepada kalian. Satu kaum makan, lantas keluar, datang lagi yang lain makan,
kemudian keluar, hingga kalian semua makan dan menyisakannya.”
Para Hawariyyun berkata sambil menunduk menghormati Nabi Isa, “Duhai Ruh Allah,
Padukalah yang paling berhak lebih dahulu untuk melakukan itu.”
Nabi Isa --semoga keselamatan baginya-- kemudian berdiri dan berwudhu
dengan wudhu yang sempurna. Setelah itu dia menunaikan shalat dengan shalat
yang baru dan memanjatkan doa yang panjang.[2]
Kemudian duduk di dekat meja makan dan membukanya.
Ia lalu memanggil orang-orang fakir, orang-orang miskin, orang-orang yang sedang
sakit, orang-orang yang cacat, para penderita kusta, orang-orang jompo, dan
orang-orang buta.
Isa berkata (kepada mereka), “Makanlah karunia Tuhan kalian dan permohonan
nabi kalian dan bersyukurlah kalian kepada Allah atas nikmat ini. Ketenangan
akan meliputi kalian. Hari ini adalah hari ‘ied, hari raya bagi kalian.”
Maka orang-orang pun berdesak-desakan untuk menyantapnya. Tidak ada yang
kecil, besar maupun orang dewasa. Tidak ada anak muda maupun orangtua. Tidak
ada orang kaya maupun orang miskin, kecuali mereka semua datang untuk ikut
makan bersama.
Mereka kemudian menyantap makanan itu hingga mereka --yang berjumlah tujuh
ribu orang-- mengeluarkan suara sendawa karena kenyang. Selanjutnya, keberkahan
meliputi mereka semua. Sembuhlah setiap orang sakit yang memakan hidangan itu.
Yang buta dapat melihat kembali. Yang tua menjadi muda lagi. Bahkan kayalah
setiap orang miskin yang menyantap makanan tersebut sampai akhir hayatnya.