Hijrah ke Habasyah - Saungpikir

Thursday, July 20, 2023

Hijrah ke Habasyah

oleh Wahyu Bhekti Prasojo

Sebelum hijrah Rasulullah dan para sahabat ke Madinah, sebagian sahabat Nabi ada yang berhijrah ke Habasyah (Ethiopia sekarang). Peristiwa ini terjadi pada pertengahan tahun ke-5 kenabian, akibat dari represi orang-orang Quraisy yang semakin masif terhadap orang-orang Islam.   Sehingga seakan tiada tempat lagi bagi mereka untuk “bernafas dengan lega” di Mekkah. Kondisi memaksa mereka untuk senantiasa memikirkan siasat lolos dari intimidasi setiap hari. Dalam kondisi yang seperti inilah, turun surat az-Zumar yang mengisyaratkan perlunya berhijrah dan mengumumkan bahwa bumi Allah tidaklah sempit, dalam firmanNya:

قُلۡ يَٰعِبَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمۡۚ لِلَّذِينَ أَحۡسَنُواْ فِي هَٰذِهِ ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٞۗ وَأَرۡضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةٌۗ إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٖ

"Katakanlah wahai hamba-hamba yang beriman dan bertakqwa, kepada rang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". (Az Zumar: 10).

            Thabary menuliskan dalam tafsirnya tentang makna وَأَرۡضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةٌۗ,  yang diberikan Mujahid pada ayat di atas adalah bumi Allah itu luas maka berhijrahlah dan tinggalkanlah berhala-berhala. Sementara ia sendiri memaknainya dengan, bumi Allah itu lapang dan luas, maka berhijrahlah dari bumi kemusyrikan ke negeri Islam.[1]

Sementara itu Rasulullah nampaknya telah mengetahui bahwa Ashimah an Najasyi, raja Habasyah adalah seorang yang adil, tidak seorangpun yang berada disisinya terzhalimi; oleh karena itu, beliau memerintahkan kaum Muslimin agar berhijrah ke sana guna menyelamatkan agama mereka dari fitnah.[2]

Rombongan pertama yang membawa para shahabat bergerak pada bulan Rajab di tahun itu. Rombongan ini terdiri dari 12 orang laki-laki dan 4 orang perempuan, dikepalai oleh 'Utsman bin 'Affan yang ditemani oleh Ruqayyah binti Rasulillah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Rasulullah menyifati keduanya sebagai "keluarga pertama yang berhijrah di jalan Allah setelah Nabi Ibrahim dan Luth 'alaihimassalaam". Gelombang kedua hijrah ke Habasyah ini membawa rombongan yang terdiri dari 83 orang laki-laki dan 18 atau 19 orang perempuan.[3]

Kepergian mereka dilakukan secara rahasia, dengan mengendap-endap pada malam yang gelap-gulita –agar tidak diketahui oleh kaum Quraisy- menuju laut kemudian mengarah ke pelabuhan rakyat. Ternyata, takdir mereka sejalan dan seiring dengan itu dimana ketika itu ada dua buah kapal dagang yang akan berlayar menuju Habasyah dan merekapun ikut serta bersamanya. Kaum Quraisy akhirnya mengetahui hal itu, lalu menelusuri jejak perjalanan kaum muslimin akan tetapi tatkala mereka baru sampai di tepi pantai, kaum muslimin telah bergerak dengan aman. Akhirnya, kaum muslimin menetap di Habasyah dan mendapatkan sebaik-baik pelayanan.[4]

Orang-orang Quraisy tidak tinggal diam dalam hal ini. Mereka mengutus dua orang pilihan yang dikenal sebagai orang telah yang teruji lagi cerdik, yaitu 'Amru bin al-'Ash dan 'Abdulullah bin Abi Rabi'ah untuk mengupayakan deportasi kaum muslimin dari Habasyah. Upaya ini mereka lakukan dengan menyuap para pembesar Habasyah sampai dengan membuat fitnah terhadap keyakinan nasrani yang dianut Raja.

Tetapi semua tuduhan dikonfirmasi dengan baik oleh Ja’far bin Abu Thalib tanpa harus berdusta dan bersilat lidah. Tentang Nabi Isa ia menerangkan, "Kami mengatakan tentangnya sebagaimana yang dibawa oleh Nabi kami Shallallâhu 'alaihi wasallam : 'Dia adalah hamba Allah, Rasul-Nya, ruh-Nya dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, si perawan yang ahli ibadah".

Najasyi kemudian memungut sebatang ranting pohon dari tanah seraya berujar: "Demi Allah! apa yang kamu ungkapkan itu tidak melangkahi 'Isa bin Maryam meski seukuran ranting ini". Mendengar itu, para uskup mendengus, dan dengusan itu langsung ditimpalinya: 'Demi Allah! sekalipun kalian mendengus".[5]

Dia kemudian berkata kepada kaum muslimin: "Pergilah! Kalian akan aman di negeriku. Siapa saja yang mencela kalian, maka dia akan celaka. Siapa saja yang mencela kalian, maka dia akan celaka. Siapa saja yang mencela kalian, maka dia akan celaka. Aku tidak akan menyakiti siapapun diantara kalian, meski aku memiliki gunung emas" (perkataan itu diungkapkan dalam bahasa Habasyah).

Kemudian Najasyi berkata kepada para pejabat istana: "Kembalikan hadiah-hadiah tersebut kepada keduanya, karena aku tidak memerlukannya. Demi Allah! Dia Ta'ala tidak pernah mengambil sogokan dariku tatkala kerajaan ini Dia kembalikan kepadaku, sehingga dengan itu, aku patut mengambilnya pula, dan Dia juga tidak membuat manusia patuh kepadaku sehingga aku harus patuh pula kepada mereka karena itu".

Hikmah & Pelajaran dari Peristiwa Hijrah ke Habasyah

Hijrah ke Habasayah ini menghasilkan tersemainya Islam di benua Hitam, Afrika. Di sebutkan bahwa tiga puluh orang Nasrani Habasyah semuanya lelaki, datang ke Mekkah menemui Rasulullah, ingin mempelajari Islam. Mereka diantar oleh Ja’far bin Abu Thalib. Setelah mendengarkan ayat-ayat al Qur’an yang dibacakan Rasulullah kepada mereka, tidak seorang pun dari mereka kecuali beriman kepada apa yang dibawa Rasulullah.[6]

Peristiwa ini seperti menohok orang-orang Quraisy, karena terjadi di tengah penindasan yang semakin keras terhadap kaum muslimin. Abu Jahal menghujat orang-orang Habasyah itu dengan kata-kata yang sangat kasar. Ia begitu marah karena masuk Islamnya komunitas lain ke dalam agama musuhnya adalah paradoksal terhadap intimidasi yang dilakukannya bersama kaumnya.

Tetapi menurut Abu Hasan an Nadwi, Ja’far bin abu Thalib baru kembali menemui Rasulullah setelah 15 tahun kemudian. Jika orang-orang Islam selama tinggalnya, berdakwah di Habasyah, maka waktu 15 tahun itu cukup lama untuk mendapatkan hasil yang relatif baik, mengingat bahwa negeri itu menampilkan perwujudan toleransi dan perlindungan terhadap minoritas. Meskipun tidak didapati dokumen sejarah yang cukup meyakinkan, hal ini dapat dilakukan dengan qiyas atau analogi sejarah[7] atau interpretasi pada data sejarah yang ada.[8]

Perintah berhijrah ke Habasyah ini menunjukkan adanya ikatan di antara Islam dan Kristen. Kedua agama samawi ini secara sumber dan asal usulnya yang benar adalah sama. Sebagaimana kesamaan dalam hal keimanan kepada Allah, Rasul-rasul dan Hari Akhir. Demikian juga tujuan-tujuan sosialnya.[9] Hal ini juga terlihat jelas dari sikap dan jawaban Najasyi terhadap provokasi Amr bin Ash agar Najasyi mendeportasi orang-orang Islam. juga ketenangan Ja’far bib Abu Thalib mengahadapi Najasyi dengan membacakan bagian awal surat Maryam dari Al Quran.

Sementara itu, di dalam Injil juga telah pun disebutkan tentang sifat—sifat Rasul itu.  Misalnya, Injil, Yahya 15:26; Tetapi ketika Paraclitos datang, orang yg aku utus kepadamu dari Bapak, bahkan ruh kebenaran, yg berasal dari Bapak, dia akan memberikan kesaksian tentang aku.

Kebanyakan orang kristen percaya bahwa ramalan tentang kenabian dalam perjanjian lama atau perjanjian baru berkenaan dengan Isa atau Yesus. Tetapi William Muir mengomentari ayat ini dengan menuliskan,

This name was rare among the Arabs, but not unknown. It is derived from hamada, and signifies ‘The Praised’. Another form is AHMED, which having been erroneously employed as a translation of ‘The Paraclete’ in some Arabic version of the New Testament, became a favourite term with Muslims, especially in addressing Jews and Chistians; for it was (they said) the title under which the Phrophet had been in their books predicted. [10]

Tema ayat di atas mirip dengan tema ayat ke 6 surat Shaff.

وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ

Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, Yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata." (Shaaf : 6)

Dalam ayat ini, dikisahkan Nabi Isa memprediksikan tentang kenabian setelah beliau, yaitu Ahmad (Muhammad). Ath Thabary mencantumkan sebuah riwayat terkait ayat ini dalam tafsirnya, bahwa Nabi bersabda, Sesungguhnya aku di sisi Allah telah ditetapkan sebagai penutup para nabi, semenjak Adam baru saja diciptakan dari tanah. Akan kukabarkan bahwa awal dari semua itu adalah dakwah Ayahku Ibrahim, dan kabar yang disampaikan Isa tentangku, mimpi ibuku sebagaimana mimpi ibu para nabi, mereka bermimpi sebagaimana ibuku bermimpi ketika mangandungku bahwa keluar dari padanya cahaya pada benteng-benteng di Syam.[11]

Jadi keimanan Ashimah an Najasy ini adalah rangkaian keimanan yang terdahulu dengan sedikit penyesuaian dengan ‘aqidah Islam. Ia dan rakyatnya adalah ahli Kitab yang beriman kepada Injil dan beramal dengan perintah ajarannya. Mengikuti apa yang telah dijelaskan Injil supaya mereka beriman kepada Rasul yang akan datang selepas ‘Isa ‘alaihissalam.

Daftar Pustaka

al Buthy, Muhammad Sa’id Ramadhan, 1993, Sirah Nabawiyah, (terj. Aunur Rariq Shaleh Tamhid) Jakarta: Rabbani Press.

al Mubarakfuri, Shafiyurrahman, 1414H, ar Rahiqul Makhtum, (terj. Kathur Suhardi), Jakarta: Pustaka al Kautsar.

Muir, William,  T.H. Weir, 1912, The Life of Mohammad, From the Original Source, Edinburgh: John Grant 31 George IV   Bridge.

an Nadwi, Abul Hasan Ali al Hasani, 2005, Sirah Nabawiyah, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad saw, terjemahan Muhammad Halabi Hamdi dkk, Mardhiyah Press, Sleman.

Ath Thabary, Abu Ja’far, 2000, Jami’ul Bayan fii Ta’wil Al Qur’an, Muasasah Ar Risalah.

https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Etiopia.



[1] Thabary 2000, Jami’ul Bayan fii Ta’wil Al Qur’an, Muasasah Ar Risalah, Juz XXI, hlm.269.

[2] Al Mubarahfury, 1414H, ar Rahiqul Makhtum, (terj. Kathur Suhardi), Jakarta: Pustaka al Kautsar. hlm.98.

[3] Musthafa as Siba’i, 2014, Shirah Nabawiyyah, terjemahan Abd. Rohim Mukti, Indiva Press, Surakarta, hlm. 46.

[4] Al Mubarakfury, op.cit, hlm.99.

[5] Al Mubarakfury, ibid, hlm.103.

[6] Ramadhan Al Buthy, 1993, Sirah Nabawiyah, (terj. Aunur Rariq Shaleh Tamhid) Jakarta: Rabbani Press., hal.161.

[7] Abul Hasan Ali al Hasani an Nadwi, 2005, Sirah Nabawiyah, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad saw, terjemahan Muhammad Halabi Hamdi dkk, Mardhiyah Press, Sleman, hlm.142.

[8]  Islam adalah agama yang paling banyak dipraktikkan di Etiopia kedua setelah Kristen, dengan lebih dari 25 juta (atau 33,9%) dari penduduk Etiopia mengikuti Islam menurut sensus nasional 2007 (https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Etiopia) akses 21/7/2023, 9:27 am.

[9] Musthafa as Siba’i, op.cit, hlm.50.

[10] William Muir,  T.H. Weir, 1912, The Life of Mohammad, From the Original Source, Edinburgh: John Grant 31 George IV   Bridge, hlm.5.

[11] Ath Thabary, op.cit, Juz XXIII, hlm.359.


Comments


EmoticonEmoticon