ZIARAH KE MAKAM CUT NYAK DHIEN - Saungpikir

Saturday, August 5, 2023

ZIARAH KE MAKAM CUT NYAK DHIEN

oleh wahyu bhekti prasojo




Pengasingan Cut Nyak Dhien ke Sumedang

Perang Aceh secara resmi berhenti dengan tertangkapnya pemimpin terakhir perjuangan, Cut Nyak Dhien. Beliau kemudian diasingkan ke Sumedang pada tahun 1906. Oleh Pemerintah Kolonial Belanda beliau diserahkan kepada Bupati Sumedang. Ketika itu, Pangeran Aria Suriaatmadja menjabat sebagai Bupati. Beliau memerintah dari 1882 sampai 1919 M.[1]


Bupati mengalami kesulitan, karena Cut Nyak Dhien hanya berkomunikasi dengan dua bahasa yaitu bahasa Aceh dan bahasa Arab. Sehingga Bupati kemudian menitipkan  Cut Nyak Dhien kepada ulama setempat yaitu KH. Sanusi[2], yang menguasai bahasa Arab.

Cungkup Makam Kyai Sanusi

Maka tinggallah Cut Nyak Dhien berasama seorang pengawalnya di lingkungan keluarga KH. Sanusi, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Keluarga itu sangat menghormati Cut Nyak Dhien. Secara khusus, Kyai Sanusi menugaskan Siti Khodijah, salah seorang cucunya untuk melayani segala keperluan Cut Nyak Dhien.

Makam pelayan Cut Nyak Dhien

Karena kedudukan beliau adalah pemimpin perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda, Kyai Sanusi menyadari bahwa posisi Cut Nyak Dhien dapat dikatakan belumlah aman. Masih sangat mungkin ada ancaman dari musuh atau kalangan yang tidak ingin melihat bangsanya merdeka. Maka KH. Sanusi menyamarkan keberadaan Cut Nyak Dhien dengan memberikan sebutan “Ibu Ratu”. Nama ini, menurut Bapak Asep, Juru Pelihara komplek makam, lebih terdengar “jawa” ketimbang Sumatra atau Aceh. Seluruh keluarga KH. Sanusi memanggil beliau dengan sebutan tersebut. Sehingga masyarakat pun hanya mengenal nama tersebut, tanpa terlalu menyadari bahwa dalam lingkungan keluarga Kyai Sanusi tinggal seorang Bangsawan Aceh, pemimpin perjuangan melawan kolonialisme Belanda.

Makam Pelayan Cut Nyak Dhien yang lainnya.



Selama di pengasingan, Ibu Ratu Cut Nyak Dhien turut dalam usaha mendidik masyarakat dengan mengajar fiqih (ibadah) dan membaca Al Quran. Sampai beliau wafat pada 6 November 1908[3] dan dimakamkan dalam komplek makam keluarga Kyai Sanusi, dikenal juga dengan nama Komplek Pemakaman Gunung Puyuh.

Ziarah Makam Cut Nyak Dhien

Pada tahun baru 1 Muharram 1445 yang lalu, penulis bersama beberapa orang kawan, sengaja berkunjung ke makam beliau di Sumedang. Bermaksud berziarah mendo’akan kebaikan bagi pendahulu pahlawan perjuangangan. Selain meresapi semangat kebebasan dan keberanian melawan penjajahan.

Perjalanan dari Jakarta memerlukan waktu sekitar 3 jam. Perlu bertanya sedikit kepada orang-orang sekitar tentang lokasi makam, karena lokasi makam dapat dikatakan tidak memiliki akses sendiri yang langsung menuju makam, melainkan melewati kompleks pemakaman Pangeran Sumedang Pangeran Soeria Koesoemah Adinata.

Menurut Penjaga Makam, sudah ada rencana untuk membebaskan beberapa lahan untuk menyediakan jalan yang khusus langsung menuju kompleks makam keluarga Kyai Sanusi. Tetapi belum diketahui persis kapan hal itu akan dilaksanakan.

Mulanya, tidak diketahui persisnya lokasi makam Cut Nyak Dhien tersebut. Mungkin karena kesengajaan Kyai Sanusi yag agak merahasiakan keberadaan Cut Nyak Dhien itu, sehingga makamnya pun dirahasiakan.[4] Barulah pasca kemerdekaan, pada 1959, lokasi makam Cut Nyak Dhien ditemukan atas perintah pencarian dari Presiden Sukarno, tahun sebelumnya.

Makam Cut Nyak Dhien secara administratif terletak dalam wilayah Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Dalam komplek makam keluarga tersebut ada sekitar seratusan makam anggota keluarga. Termasuk makam Kyai Sanusi dan cucu beliau Siti Khodijah, pelayan Ibu Ratu. Atas jasa-jasa yang telah diberikan oleh Cut Nyak Dhien kepada negara dan bangsa, maka berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 1964 Cut Nyak Dhien diangkat sebagai pahlawan nasional.[5]

Makam Ibu Ratu Cut Nyak Dhien


Menurut Bapak Asep, makam Cut Nyak Dhien telah direnovasi sebanyak dua kali. Pada 1971, Pemerintah Profinsi Daerah Istimewa Aceh membangun makam. Kemudian pada 1987, Pemerintah RI merenovasi bangunan cungkup makam seperti yang dapat dilihat sekarang.

Makam Cut Nyak Dhien terletak di komplek yang teduh. Banyak tumbuh pepohonan yang menambah kesejukan udara. Ketenangan suasananya menciptakan aura sakral yang mistis namun menenangkan. Keadaan makam dan kompleks makam secara keseluruhan sangat terjaga kebersihannya. Terlihat bahwa makam-makam di kompleks itu terpelihara dengan baik.

Pak Asep menerangkan bahwa orang-orang yang datang dan sempat berziarah ke makam Cut Nyak Dhien hanyalah orang-orang yang “mendapat lambaian” (mungkin maksudnya panggilan). Sebab banyak orang yang datang, sudah sampai di depan gerbang, tapi balik arah karena melihat gerbang dikunci. Atau hanya berdiri lama di depan gerbang tanpa mengucapkan salam, sehingga penajaga tidak tahu akan keberadaannya. Sehingga akhirnya orang itu pulang. Dan macam-macam sebab yang lain.

Penulis dan kawan-kawan sedang mendengar penje
lasan dari Pak Raden Asep, Penjaga Makam, Beliau adalah
Keturunan ke 6 dari Kyai Sanusi.


Berziarah ke Makam para pahlawan bermanfaat bagi generasi penerus untuk dapat mengenal sejarah bangsa. Sekiranya sekolah-sekolah dapat membuat program-program ziarah ini akan sangat membantu pembentukan karakter bangsa dan cinta tanah air. Apabila kompleks makam Keluarga Kyai Sanusi ini telah memiliki jalan akses masuknya sendiri, tentu akan memudahkan bagi para peziarah mencapainya. Apalagi jika tersedia juga area parkir kendaraan.

Wallahu’alam bishshwawab.

Daftar Pustaka

Ibrahim, Muchtarudin, Cut Nyak Dhien, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta, 1996.

Wanti, Irini Dewi, Cut Nyak Dhien dalam Enam Pahlawan Nasional Asal Aceh, Editor Rusdi Sufi & Agus Budi Wibowo, DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL BUDAYAAN BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL BANDAACEH, 1996.

https://sumedangtandang.com/sumedang/profil/bupati.htm, waktu akses 29/7/2023



[1] https://sumedangtandang.com/sumedang/profil/bupati.htm, waktu akses 29/7/2023; 12:16 wib.

[2] KH. Sanusi adalah pionir dakwah Islam di wilayah Sumedang. Menurut Bapak Asep, Juru pelihara makam, beliau adalah yang menggagas pembangunan Masjid Agung Sumedang.

[3] Muchtarudin Ibrahim, Cut Nyak Dhien, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta, 1996, hlm.84

[4] Wawancara dengan Pak Asep, Penjaga Makam.

[5] Irini Dewi Wanti, Cut Nyak Dhien dalam Enam Pahlawan Nasional Asal Aceh, Editor Rusdi Sufi & Agus Budi Wibowo, DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL BUDAYAAN BALAI KAJIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL BANDAACEH, 1996, hlm.14.

Comments


EmoticonEmoticon