Kelahiran dan Kekerabatan KH Abdul Halim
Darah Ulama Pejuang mengalir deras dalam tubuh dan jiwa
Otong Syatori. Ayahnya, KH. Muhammad Iskandar adalah keturunan ke 6 dari Sunan
Gunung Jati melalui jalur Maulana Hasanudin, penguasa Banten. Sementara Ibundanya
Hj. Siti Muthmainnah juga merupakan keturunan Sunan Gunung Jati. Meskipun ada
juga pendapat yang menyebutkan bahwa Hj. Siti Muthmainnah adalah keturunan
Pangeran Sabrang Lor dari Demak.[2]
Meski keturunan Priyayi, Otong Syatori kecil tidak membedakan dirinya dengan
masyarakat pada umumnya. Beliau sangat ramah dan mudah bergaul dengan segala tingkatan
golongan masyarkat.
Giat dan
Bersemangat Menuntut Ilmu
Beliau mendapatkan pendidikan dasar keagamaan dari kedua
orang tuanya terutama dari Ibundanya, seperti shalat 5 waktu dan membaca Al
Qur’an.[3]
Setelah mampu membaca Al Qur’an beliau dikirimkan kepada seorang Kyai di
Cideres Dawuan, untuk melanjutkan pendidikan Al Qur’an. Di samping itu beliau
juga belajar membaca huruf latin dari Mr. van Hoeven seorang pendeta yang
bertanggung jawab atas kegiatan zending di Majalengka.[4]
Meski sangat cerdas sehingga dikagumi oleh gurunya yang
kristen itu, Abdul Halim tidak tertarik masuk pendidikan formal Belanda yang
ditawarkan Sang Pendeta. Beliau justru tertarik masuk pesantren. Sejak tahun 1897,
orang tua Otong Syatori memasukkan dirinya ke pesantren untuk memperdalam ilmu
keislaman yang dasar-dasarnya telah diberikan di lingkungan keluarganya. Sejak
tahun itulah, ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain selama kurang
lebih 11 sampai 12 tahun. Yaitu kepada KH. Anwar di Ranji Wetan Majalengka, KH.
Abdullah di Lantangjaya, KH.Sujak di Brobos, Cirebon, KH. Ahmad Sobari di
Ciwedus, Kuningan, dan KH. Agus di Pekalongan.[5] Meski
demikian beliau tidak tertinggal dalam masalah pengetahuan umum, karena
kegemarannya membaca dan belajar.
Setelah menikah pada 1908, beliau pergi ke Mekkah untuk
berhaji dan belajar. Selama 3 tahun mukim di Mekkah, H. Abdul Halim berguru kepada empat orang
ulama pembaru Islam, yaitu Syekh Ahmad Khatib, Syekh Ahmad
Khayyat, Emir Syakib Arslan, dan Syekh Tanthawi Jauhari. Keempat gurunya itu
berhasil mempengaruhi jiwanya ketika ia kembali tanah air dan berjuang
memperbaiki kondisi umat yang sudah timpang. Namun sayangnya, keterangan
mengenai gurunya itu tidak ditemukan secara lengkap, kecuali Syekh Akhmad
Khatib dan Emir Syakib Arslan.
Perjuangan KH. Abdul Halim dalam Pergerakan Kemerdekaan Indonesia
Sekembalinya dari Mekkah, beliau
mendirikan sebuah kelompok kajian Islam yang diberi nama Hayatul Qulub, pada1911.[6] Hayatul Qulub (HQ) berarti “Hati yang hidup”. Perkumpulan
ini bukan sekedar kelompok kajian agama, melainkan juga semacam komunitas
pedagang dan petani pribumi muslim, yang secara sadar memperkuat jaringannya
untuk menghadapi persaingan usaha dengan para pedagang asing, terutama dari
kalangan Tionghoa. Kelompok
ini bahkan bentuknya lebih mirip koperasi ketimbang Majelis Ta’lim.
Pengajian memang dilakukan untuk menanamkan jatidiri muslim dan ukhuwah
islamiyah. Sehingga tumbuh kesadaran untuk saling membantu sesama anggotanya
terutama dalam bidang ekonomi dan bisnis. Di antara usahanya adalah simpan
pinjam. Dengan dana patungan anggota mereka sempat mendirikan sebuah pabrik
tekstil. Meskipun saat ini keberadaan pabrik tersebut sudah tidak diketahui.
Pada
tahun 1915, HQ dibubarkan pemerintah kolonial Belanda, pasca
konflik kerusuhan anti Tionghoa.
Kegiatan HQ yang sifatnya ekonomi terhambat. Tetapi kegiatan pengajian masih
tetap berlangsung dalam lembaga yang disebut Majelis Ilmi. Majelis Ilmi adalah
juga lembaga yang dibentuk KH Abdul Halim bersamaan dengan HQ. Bedanya Majelis
Ilmi lebih bersifat pengajian agama.
Setahun
kemudian yaitu 1916, MI membangun sekolah dengan nama Jam’iyah I’anat Al
Muta’alimin.[7]
Nama ini sekaligus menjadi nama baru organisasi. Mereka membangun satu musholla
dan tiga ruang untuk madrasah. Sekolah ini di samping menggunakan sistem halaqah, di mana siswa duduk
melingkar di sekitar guru yang mengajar, juga menggunakan sistem klasikal eropa
seperti yang kita kenal sekarang. Sistem halaqoh untuk belajar agama, sedangkan
sistem kelas untuk belajar ilmu pengetahuan umum. Pada 1932 didirikan pula Santi Asrama, sebagai wadah baginya untuk menyampaikan gagasannya menyebarkan
agama Islam melalui kegiatan pembaharuan pendidikan.[8]
Pada tahun 1917, atas usul
HOS Cokroaminoto, Jam’iyah mengajukan pengakuan sebagai sekolah resmi kepada
pemerintah Belanda. Pengajuan ini diluluskan pada 21 Desember 1917, dengan
pergantian nama organisasi menjadi Persyarikatan Oelama.[9]
Selain berjuang melalui organisasinya sendiri KH. Abdul
Halim juga punya hubungan yang kuat dengan organisasi Nahdhatul Ulama; yaitu
dengan KH. Wahab Hasbullah yang sangat mempengaruhi cara pandang dan
pemikirannya.[10]
Bahkan beliau adalah salah satu Pengurus Pusat NU di awal pendiriannya dan
berperan penting dalam segala pencatatan dokumen organisasi, sebab jabatannya
sebagai Naibul Katib, wakil sekertaris.[11]
Begitu pula organisasinya saling dukung-mendukung dengan Syarikat Islamnya HOS Cokroaminoto, sehingga
Persyarikatan Oelama dapat berkembang meluas sampai Madura.[12]
Dua Gelar
Pahlawan Nasional
K.H.
Abdul Halim wafat pada tahun 1962 M.[13]
Sepeninggal ulama besar tersebut, jejak, warisan dan semangat
perjuangannnya di dalam menyebarkan agama Islam di daerah
Majalengka tidak pernah terputus. Para keturunan dan para
alumni yang dibesarkan di dalam lembaga pendidikan yang didirikannya banyak
yang melanjutkan kepemimpinannnnya dengan membuka pesantren dan
mendirikan lembaga pendidikan keagamaan di bawah naungan organisasi
Persatuan Umat Islam yang tersebar di daerah sekitar Majalengka seperti
Maja, Talaga, Cikijing, Bantarujeg, Cipeundeuy dan Malausma.
Berdasarkan jasa dan perjuangan beliau
pemerintah menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada KH. Abdul Halim. Gelar pahlawan nasional yang pertama diberikan kepada Abdul Halim bertepatan pada peringatan Hari
Pahlawan tanggal 10 November 2008. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri
Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal
2 November 2008 di Jakarta berdasarkan SK Presiden no /TK/2008 (6 November
2008). Sedangkan Gelar Pahlawan Nasional yang
kedua berdasarkan surat dari Kementerian Sekretariat Negara RI Nomor
R-09/KSN/SM/GT.02.00/11/2023 tertanggal 3 November 2023. Diseleggarakan pada tanggal 10 November
2023 dan disematkan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Semoga Allah Tuhan Yang
Mahapengasih membalas segala jasa para Pahlawan dan kita semua dapat mengambil
pelajaran dan manfaat dari perikehidupan mereka. Amin.
Daftar Pustaka
Falah, Miftahul, Riwayat Perjuangan KH Abdul
Halim, Masyarakat Sejarah Indonesia Cabang Jawa Barat, 2008.
Suryanegara, Ahmad
Mansur, Api Islam, Mahakarya Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Suryadinasti, Bandung, 2014.
Sumber Internet
Hernawan, Wawan, Kebangkitan
Islam di Majalengka; Menelusuri Jejak Perjuangan KH Abdul Halim dalam
Mempelopori Gerakan Kebangkitan Islam di daerah Majalengka 1911-1962, (https://aweygaul.wordpress.com/).
Akses 13 November 2023.
Nu Online, https://www.nu.or.id/nasional/6-tokoh-yang-akan-bergelar-pahlawan-nasional-ada-kh-abdul-chalim-leuwimunding-OKsJC akses, 13 November 2023.
[1] Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan KH
Abdul Halim, Masyarakat Sejarah Indonesia Cabang Jawa Barat, 2008, hlm.4.
[2] Ibid, hlm.3
[3] Wawan Hernawan, Kebangkitan
Islam di Majalengka; Menelusuri Jejak Perjuangan KH Abdul Halim dalam
Mempelopori Gerakan Kebangkitan Islam di daerah Majalengka 1911-1962, (https://aweygaul.wordpress.com/).
Akses 13 November 2023, 10:50 wib.
[4] Miftahul Falah, op.cit, hlm.7
[5] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Islam, Mahakarya
Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Suryadinasti,
Bandung, 2014, Jilid I, hlm.460.
[6] ibid, hlm.460.
[7] Miftahul
Falah, op.cit, hlm.40.
[8] Wawan Hernawan, Kebangkitan Islam di Majalengka;
Menelusuri Jejak Perjuangan KH Abdul Halim dalam Mempelopori Gerakan
Kebangkitan Islam di daerah Majalengka 1911-1962, (https://aweygaul.wordpress.com/).
Akses 13 November 2023, 10:50 wib.
[9] Miftahul
Falah, op.cit, hal.40.
[10] Ahmad
Mansur Suryanegara, loc.cit, hlm.460.
[11] Nu Online, https://www.nu.or.id/nasional/6-tokoh-yang-akan-bergelar-pahlawan-nasional-ada-kh-abdul-chalim-leuwimunding-OKsJC akses, 13 November 2023,
11:38 wib.
[12] ibid, hlm.461.
[13] Wawan Hernawan, Kebangkitan Islam di Majalengka;
Menelusuri Jejak Perjuangan KH Abdul Halim dalam Mempelopori Gerakan
Kebangkitan Islam di daerah Majalengka 1911-1962, (https://aweygaul.wordpress.com/).
Akses 13 November 2023, 10:50 wib.