Oleh Wahyu Bhekti Prasojo
Al Quran mengandung kisah-kisah yang penuh hikmah. Di antaranya mengenai Para Penghuni Gua (Ashabul Kahfi).
Walaupun
firman Allah SWT itu tidak mencantumkan detail-detail
mengenai siapa nama mereka, di mana lokasi dan kapan peristiwa yang
dimaksud. Meskipun menggunakan
beberapa kitab Tafsir Al Quran sebagai sumber, tulisan ini tidak dimaksudkan
sebagai penfsiran terhadap Kitab Suci Al Quran. Tulisan dimaksudkan untuk menjelaskan
rincian kisah tersebut dalam perspektif sejarah. Yaitu untuk menjawab
pertanyaan pertanyaan (5 W dan 1 H) yang merupakan
elemen dasar penulisan sejarah, yaitu what (apa / peristiwa
apa) yang terjadi? When (kapan) terjadinya? Where (dimana)
terjadinya? Who (siapa) yang terlibat dalam peristiwa itu? Why (mengapa)
peristiwa itu terjadi? How (bagaimana) proses terjadinya peristiwa
itu?[1]
Ringkasan Kisah Ashabul Kahfi
Ashabul Kahfi merupakan kisah tentang sekelompok pemuda yang menghindari
kezaliman penguasa demi mempertahankan aqidah mereka dan keleluasaan beribadah
kepada Allah Swt. Kisah tersebut dikisahkan cukup panjang dalam Al-Qur’an surah
ke-18, ayat ke 9 sampai ayat ke 25.
Secara singkat kisahnya sebagai berikut; Suatu ketika ada
sekelompok anak muda yang beriman kepada Allah SWT. Ketika itu mereka hidup di
tengah masyarakat penyembah berhala. Raja mengetahui
kelompok pemuda yang menolak bahkan menentang penyembahan berhala.
Sang raja marah lalu memerintahkan untuk menangkap mereka.
Para pemuda itu kemudian meninggalkan kota dan memohon perlindungan Allah SWT.
Mereka lari ke bukit sampai ke sebuah gua dan bersembnyi di sana. Setelah bekal mereka habis, atas izin
Allah, mereka tertidur selama 309 tahun di dalam gua.
Ketika
mereka bangun, pemerintahan sudah berganti. Saat itu
masyarakat dan raja yang berkuasa beriman kepada Allah.
Keberadaan mereka diketahui oleh masyarakat karena mata uang yang mereka
gunakan untuk membeli makanan ternyata sudah tidak berlaku sejak masa yang
sangat lama.
Kapan Peristiwa ini Terjadi?
Al Quran menyebutkan bahwa para pemuda itu tidur selama 300 tahun ditambah
9 tahun. [2]
Rata-rata jumlah hari dalam hitungan tahun Masehi jika dibulatkan adalah 365
hari. Jika dikalikan 300 sama dengan 109.500 hari. Sedangkan pembulatan jumlah hari
dalan perhitungan tahun Hijriah adalah 354 hari. Jika dikalikan 300 sama dengan
106.200 hari. Selisih hari di antara dua perhitungan tersebut sekitar 3.300
hari. Jadi ada selisih sekitar 9 tahun antara perhitungan kalender Masehi dan
Hijriyah. Sehingga dapat diketahui bahwa 300 tahun surya sama dengan 309 tahun bulan.
Sumber
tertua yang berkaitan dengan hal ini adalah penelitian yang dilakukan seorang
pendeta asal Syria bernama James dari Saruc (wafat 521 M).[3]
Ahli sejarah terkemuka, Gibbon, telah banyak mengutip dari penelitian James
dalam bukunya yang berjudul The Decline and Fall of the Roman Empire
(Kemunduran dan Runtuhnya Kekaisaan Romawi). Berdasarkan buku ini, kaisar yang
memerintah dan berusaha melakukan penyiksaan terhadap orang-orang yang tidak
mau menyembah berhala adalah Kaisar Decius. yang
berkuasa pada 249-251 M.[4]
Kemudian para pemuda itu dibangkitkan Allah pada masa kepemimpinan Theodosius
II (408 – 450 M) [5] dari
Byzantium (Romawi Timur). Ketika itu, seorang Tuan tanah yang kaya bernama
Adolios hendak membuat kandang ternak membuka gua yang telah tertutup itu, sehingga
membangunkan para pemuda itu.
Jika demikian, maka selisih waktu antara Decius dan Theodosius tidak sampai
309 yang disebutkan Al Quran, tetapi hanya sekitar 200 tahun. Oleh karena itu
perlu menghitung mundur dari masa Theodosius ke belakang. Maka sampailah
hitungan itu di masa pemerintahan Kaisar Aelanus Hadrianus (117-138 M) atau
Kaisar Antoninus Pius yang berkuasa pada 138 – 161 M.
Hadrian tercatat melakukan perjalanan untuk menginspeksi wilayah-wilayah
timur kekuasaannya pada April 129 M dan tidak kembali ke Istananya di Tiber
sampai tahun 134 M.[6] Pada
masa-masa inilah kemungkinan Ia mengintimidasi orang-orang kristen di Ephesus,
meskipun upaya pengejaran dan penangkapannya dapat saja dilakukan selanjutnya
di bawah supervisi wakil Kaisar[7]
di wilayah itu. Tidak mustahil pada prakteknya, entah karena ambisi atau dendam
pribadi dapat berlangsung lebih keras dan kejam dari pada perintah kaisar.
Sementara Antoninus Pius nampaknya tidak cocok untuk digambarkan sebagai
sosok kaisar yang kejam dan penindas. Ia adalah seorang administrator yang efektif, meninggalkan surplus besar dalam perbendaharaan
untuk penerusnya. Program pemerintahannya cukup populis
seperti; memperluas
akses gratis ke air minum di seluruh wilayah Kekaisaran,
mendorong kesesuaian dan penegakan hukum, dan
memfasilitasi pemberian hak budak yang dibebaskan.[8]
Sedangkan Decius nampaknya dikaitkan dengan cerita ini karena kekejamannya
yang terkenal dalam mengintimidasi orang-orang yang menolak mengikuti agamanya.
Tetapi ia bukanlah Kaisar yang dimaksud. Karena dalam masa pemerintahannya yang
sekitar 2 tahun, lebih banyak dihabiskannya untuk berperang. Sehingga ia
kemungkinan besar tidak sempat menginspeksi wilayahnya di timur.[9]
Kondisi Masyarakat di Masa Ashabul Kahfi
Di masa awal pertumbuhan kristen Ephesus adalah kota berhala. Praktek
penyembahan berhala tumbuh beriringan dengan pemenuhan nafsu syahwat
materialisme. Tradisi cultus kepada Dewi Artemis menyuburkan gaya hidup penuh
kemewahan sambil melecehkan ketinggian moral dan nilai-nilai kebajikan.[10]
Pemerintah saat itu sangat keras dan tidak mentolerir upaya-upaya mengajak
manusia kepada iman yang bersih dan ibadah yang benar. Menstigma mereka sebagai
musyrik dan tidak beriman. Menghukum mereka dan mencabut status dan hak-hak
kewarganegraan mereka, karena berusaha memisahkan diri dari kebudayaan
masyarkat dan jaran-ajaran para pendahulu mereka.[11]
Orang-orang beriman menyembunyikan iman mereka karena takut dibunuh.[12]
Kondisi ini berlangsung cukup lama. Bahkan sampai beberapa ratus tahun.
Pengejaran dan intimidasi kepada orang-orang kristen di masa awal
pertumbuhannya itu telah dimulai sejak Kaisar Nero pada tahun 64 dan diteruskan
oleh kaisar-kaisar Trajan, Hadrian dan Markus Aurelius. [13]
Meskipun diyakini bahwa pengejaran dan intimidasi itu juga pasang surut
mengikuti kebijakan kaisar-kaisar yang berganti-ganti. Dalam situasi seperti
itulah sekelompok pemuda beriman menyingkir dari kota dan bersembunyi di goa.
Profile Para Pemuda Ashabul Kahfi
Ashabul Kahfi adalah sekelompok anak muda yang berasal dari kalangan
bangsawan Romawi. Mereka beriman kepada Nabi Isa bin Maryam dan mengikuti
agamanya,[14] secara
sembunyi-sembunyi. Meskipun demikian,
karena posisi mereka sebagai bangsawan, kondisi mereka masih agak lebih baik
dari masyarakat kebanyakan, yang lebih sering diintimidasi oleh pemerintah.
Al Quran tidak menyebutkan jumlah mereka pun nama-nama mereka. Tetapi
sumber-sumber kristen percaya bahwa mereka punya catatan tentang nama-nama para
pemuda tersebut. Karena setelah ditutupnya pintu goa, seorang kristen yang
selamat dari pengejaran, datang lalu menulis nama-nama para martir itu dan
kisah mereka.[15] Dari
kalangan Islam, Ibnu Abbas –seorang Sahabat Nabi Muhammad-, juga mengkonfirmasi
bahwa nama-nama dan kisah para pemuda itu tertulis pada sebuah lempengan yang
terbuat dari timah.[16]
Ali Nadawi menyebutkan bahwa yang menulis pada lempengan itu adalah Theodore
dan Rufinus, mereka meletakkannya di bawah batu-batu yang menutupi pintu goa.[17]
Karena perbedaan sumber dan bahasa, nama-nama mereka jadi sangat
berfariasi. Dalam versi Kristen, Symeon Metaphastes
menyebutkan nama-nama mereka adalah Maximilian, Jamblichos, Martin,
John, Dionysios, Exakostodianos, dan Antoninos.
Sementar Gregory
of Tours menyebutkan nama-nama sebagai berikut; Achillides,
Diomedes, Diogenus, Probatus, Stephanus, Sambatus, and Quiriacus.[18] Dalam versi Islam, menurut Ibnu Abbas yang dikutip Thabary, jumlah
mereka delapan orang. Yaitu Muhsimilnina, Yamlikha, Marthus, Kasythusy, Byranus,
Dinamus, Bathunus dan Qalush[19].
Dalam Roman Martyrology,[20] mereka
dihormati sebagai orang suci (santo) Maximianus, Malchus,
Martinianus, Dionysius, Joannes, Serapion,
dan
Constantinus.[21]
Karakter dan sifat mereka digambarkan oleh Ibnu Abbas sebagai pemuda-pemuda
sholeh yang gemar bersedekah, ahli ibadah yang khusyuk. Siang dan malam,
berdzikir, menyembah dan menangis kepada Allah, serta berdoa kepada-Nya agar Dia mengokohkan agama mereka. Mereka sangat berharap agar Allah menolong
hamba-hambaNya dan mengubah kondisi masyarakatnya yang menjalankan agama mereka
secara sembunyi-sembunyi agar dapat menjalankannya secara terang-terangan. [22]
Letak Goa Tempat Ashabul Kahfi Bersembunyi
Al Maraghy menyebutkan bahwa para ahli berbeda pendapat mengenai lokasi gua
tersebut. Ada yang mengatakan bahwa goa itu terletak dekat dengan Iliya
(Yerusalem) di Syam (Palestina?). Ibnu Ishaq berkata goa itu ada di dekat
Niniwe di tanah Mosul. Ada juga yang berpendapat bahwa goa itu berada di wilayah
Romawi.[23]
Kaum Nasrani percaya bahwa peristiwa ini terjadi di Ephesus.[24]
Ephesus adalah suatu kota tua di Turki, sekitar 73 km dari kota Izmir dan
berada di suatu gunung di desa Ayasuluk. Gua ini populer
sebagai Gua Ashhab al-Kahf di kalangan umat Nasrani dan sebagian umat Islam.
Tetapi tidak ada bekas masjid atau rumah peribadatan sekitarnya dan arah menghadapnya
pun tidak sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh
al-Qur’an.[25]
Pada tahun
1962 M, seorang arkeolog Yordania, bernama Rafiq
Wafa Al-Dajani melakukan mengumumkan hasil penelitiannya tentang ini. Ia mengungkapkan bahwa ia menemukan gua yang digunakan sebagai
tempat persembunyian para ashabulkahfi itu, ketika mereka melarikan diri ke
daerah Al-Rajib di Yordania.[26]
Gua itu
berada di suatu bukit, di mana ditemukan satu batu besar yang berlubang pada
puncak selatan bukit itu. Pinggirnya di bagian timur dan barat terbuka sehingga
cahaya matahari dapat masuk ke dalam gua.[27] Ciri-ciri gua dan peninggalan-peninggalan arkeologis yang ditemukan di sana, mengantar
kepada keyakinan bahwa gua itulah Gua Ashhab al-Kahf yang disebut dalam al-Q
ur’an.[28]
[1] Abuddin Nata, 2009, Metodologi Studi Islam, Rajawali Press, Jakarta, hlm.362.
[2] وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ
مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا (Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan
tahun (lagi). Al Kahfi ayat 25.
[3] Adrian Fortescue, https://www.catholic.com/encyclopedia/seven-sleepers-of-ephesus waktu akses 27/12/2023, 1;52 PM.
[4] Abu al Hasan Ali Nadwi, 1989, Pergulatan Iman dan Materialisme, Penerbit Mizan, Bandung, hlm..41.
[5] Adrian Fortescue, https://www.catholic.com/encyclopedia/seven-sleepers-of-ephesus waktu akses 27/12/2023, 1;52 PM.
[6] Abu al Hasan Ali Nadwi, op.cit,
hlm.47.
[7] Disebut Magistraat, seorang pejabat sipil
yang berkuasa, memerintah dan menerapkan hukum.
[8] https://id.wikipedia.org/wiki/Antoninus_Pius, waktu akses: 4 Januari 2024, 3:06 PM
[9] An Nadawi, op.cit, hlm.45.
[10] An Nadawi, ibid, hlm.62.
[11] An Nadawi, ibid, hlm.63.
[12] Ibu Jarir ath Thabary, 2000, Jami’
al Bayan fii Ta’wil al Quran, Muasasah Risalah, Juz XVII, hlm.605.
[13] An Nadawi, op,cit, hlm.49.
[14] Thabary, op.cit , Jilid
XVII, hlm. 605.
[15]
Adrian Fortescue, https://www.catholic.com/encyclopedia/seven-sleepers-of-ephesus waktu akses 27/12/2023, 1;52 PM.
[16] Abdullah Ibnu Abbas, tt, Tanwir
al Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas, dikumpulkan oleh, Majiduddin Abu
Thahir Muhammad bin Ya’kub al Fayruzzabady, Dar al Kutub al Ilmiyah Libanon,
hlm,244.
[17] An Nadwi, op.cit, hlm. 37.
[18]
Adrian Fortescue, https://www.catholic.com/encyclopedia/seven-sleepers-of-ephesus waktu akses 27/12/2023, 1;52 PM.
[19] مَكْسِلمينا، وكان
أكبرهم، وهو الذي كلم الملك عنهم، ومُحْسيميلنينا، وَيمليخا، ومَرْطوس، وكشوطوش،
وبيرونس، ودينموس، ويطونس قالوس lihat Ath Thabari, op.cit,
hlm.607
[20] Martirologi Romawi atau Martyrologium Romanum adalah salah satu buku kebaktian gereja Katolik Roma. Buku ini berisi daftar para martir, yang disusun berdasarkan tanggal mereka diperingati, dengan pemberitahuan singkat tentang kehidupan dan kematian mereka. Dalam kebaktian gereja sehari-hari, ada suatu titik di mana para martir atau para martir pada hari itu dapat diingat, dan Martirologi Romawi menyediakan teks yang diperlukan. https://www.roger-pearse.com/weblog/2021/01/22/the-roman-martyrology-editions-and-origins/comment-page-1/, waktu akses 8/1/2024, 847 AM.
[21] Adrian Fortescue, https://www.catholic.com/encyclopedia/seven-sleepers-of-ephesus waktu akses 27/12/2023, 1;52 PM.
[22] Ath Thabry, Jilid XVII, hlm.607.
[23] Ahmad Musthofa Al Maraghy,1946, Tafsir
Al Maraghy, Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthofa Al Baaby al Halaby,
Mesir, Juz IV, hlm.127.
[24] Adrian
Fortescue, https://www.catholic.com/encyclopedia/seven-sleepers-of-ephesus waktu akses 27/12/2023, 1;52 PM.
[25] Quraish Syihab, 2005, Tafsir Al
Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al Quran, Penerbit Lentera Hati,
Jakarta,hlm.17.
[26] Abdul Aziz bin Subhy al Juwayr, tt, Kisah Ashabul Kahfi, Dirasah Maudhu’iyah al Tahliliyah, Volume V dari edisi ke XXVI, Jurnal Sekolah Tinggi Studi Islam dan Arab untuk Perempuan, Alexandria, hlm.279.
[27] Quraish Syihab, loc.cit,
hlm.17.
[28] Quraish Syihab, ibid, hlm.18.