Oleh: Wahyu B. Prasojo & Zahidah Rosyidah
Pendahuluan
Keberhasilan
suatu dakwah sejatinya tidak diukur dari canda tawa, kegembiraan para
pendengarnya atau dari ratapannya. Melainkan diukur dari pengaruh dakwah terhadap kehidupan
seseorang atau kesan yang ditinggalkannya dalam pikirannya, yang pada
gilirannya mempengaruhi jiwanya, yang kemudian tercermin dalam setiap aspek
kehidupannya.[1]
Itulah tujuan dakwah yang merupakan tolok ukur keberhasilannya. Yaitu kemampuan
mengubah perilaku negatif menjadi positif.
Dari
sisi masyarakat sebagai mitra dakwah, gerakan atau penggerakan dakwah harus
mampu melihat permasalahan yang bekembang di masyarakat dan mampu memberikan
solusi terbaik terhadap setiap permasalahan. Maka, diperlukan perencanaan yang
baik dan matang agar pesan-pesan dakwah dapat mencapai sasarannya dan diterima
oleh masyarakat. Dalam konteks ini, dakwah tidak boleh sekadar menjadi gerakan
untuk meningkatkan kualitas agama, namun harus memiliki tujuan dalam perspektif
yang lebih luas dan universal.[2]
Pada tahap ini, para aktivis dan praktisi dakwah “mau tidak mau” melakukan
proses dialektika kultural-kontekstual terhadap praktik dakwah. [3]
Akibat dari luasnya bidang garap dakwah, perbedaan pendekatan praktik agama,
latar belakang madzhab teologi atau aqidahnya, pemikiran ushul fiqih
ibadah dan lain sebagainya, gerakan dakwah tidak lagi dimaknai tunggal, tapi
terejawantahkan dalam format pemikiran dan gerakan dakwah yang memiliki banyak
warna dan alternatif. Variasi format pemikiran gerakan dakwah itulah yang disebut
sebagai paradigma dakwah.
Pengertian-pengertian
1. Pengertian Paradigma
Dalam setiap disiplin ilmu terdapat model dan perspektif yang berbeda-beda dalam menjelaskan suatu fenomena, yang menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan ilmuwan terhadap topic yang diteliti. [4] Secara
etimologis, istilah paradigma pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu
dari kata “para” yang artinya di sebelah atau pun di samping, dan kata “diegma”
yang artinya teladan, ideal, model[5],
atau pun arketif/arketipe[6].
Secara terminologis,
paradigma dapat diartikan sebagai suatu sudut pandang atau kerangka berpikir
yang menjadi dasar penafsiran dan pemahaman peristiwa-peristiwa atau
gejala-gejala. Meliputi hukum, teori, aplikasi, dan instrument yang menyediakan
model-model khusus bagi tradisi penelitian ilmiah.[7]
Paradigma identik sebagai sebuah bentuk atau model untuk menjelaskan suatu
proses ide. Paradigma adalah seperangkat asumsi-asumsi teoritis umum dan
hukum-hukum serta teknik-teknik aplikasi yang dianut secara bersama oleh para
anggota suatu komunitas ilmiah.[8]
Jadi istilah paradigma dapat diartikan sebagai sebuah pandangan atau pun
cara pandang yang digunakan untuk menilai dunia dan alam sekitarnya, yang
merupakan gambaran atau pun perspektif umum berupa cara – cara untuk
menjabarkan berbagai macam permasalahan dunia nyata yang sangat kompleks.
2. Pengertian Dakwah
Dakwah adalah mashdar dari دعا., yang mana bersama kalimat dakwah (
دعوة ) ada bentuk lain seperti
(دعوًا ودُعاءً ودعوى)
yang berarti Ø¥ØØ¶Ø§Ø±Ù‡
طلب[9] meminta
kehadirannya atau undangan (dengan kartu).
Taufiq Al wa’iy menyebutkan beberapa makna; nida
(panggilan), juga bermakna mendorong kepada sesuatu atau mendukungnya; mengajak
kepada sesuatu yang ingin diadakan atau dihindarkan, baik benar ataupun salah;
juga mengandung makna upaya melalui perkataan atau perbuatan untuk mempengaruhi
orang lain agar mengikuti suatu madzhab atau agama; dapat pula bermakna memohon
atau meminta.[10]
Sedangkan secara istilah kalimat dakwah itu tidak jauh
maknanya dari makna bahasa di atas, yaitu upaya mengajak manusia lewat ucapan
dan perbuatan kepada Islam, menerapkan manhajnya, meyakini aqidahnya dan
melaksanakan syari’atnya.[11]Dengan
kata lain, dakwah adalah usaha untuk mempengaruhi orang lain agar mereka
bersikap dan bertingkahlaku seperti apa yang didakwahkan, yaitu Islam.[12]
Dalam
istilah Toha Yahya Oemar dakwah Islam adalah
upaya
mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan
perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.[13]
Di dalamnya mengandung makna pengetahuan tentang cara-cara dan
tuntunan-tuntunan, bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk
menganut, menyetujui dan melaksanakan Islam itu.
Dakwah
adalah suatu kegiatan untuk membina manusia agar menaati ajaran
islam, guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Berdakwah
merupakan perjuangan hidup untuk menegakkan dan menjunjung undang-undang ilahi
dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat, sehingga ajaran islam
menjadi sibghah (celupan) yang mendasari, menjiwai dan mewarnai seluruh sikap
dan tingkah laku manusia dalam kehidupan dan pergaulan hidupnya.[14]
Dari
penjelasan makna dakwah di atas dapat dipahami bahwa berdakwah merupakan
perjuangan untuk menegakkan dan menjunjung undang-undang ilahi dalam seluruh
aspek kehidupan manusia dan masyarakat, sehingga ajaran Islam menjadi sibghah
(celupan) yang mendasari, menjiwai dan mewarnai seluruh sikap dan tingkah laku
manusia dalam kehidupan dan pergaulan hidupnya.
3. Pengertian Paradigma Dakwah
Jika pengertian-pengertian di atas digabungkan , maka paradigma dakwah kurang
lebih bermakna suatu sudut pandang atau kerangka berpikir yang menjadi dasar
penafsiran dan pemahaman peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala, meliputi
hukum, teori, aplikasi, dan instrument yang menyediakan model-model khusus bagi
dakwah. Di mana dakwah dimaknai sebagai perjuangan
untuk menegakkan dan menjunjung undang-undang ilahi dalam seluruh aspek
kehidupan manusia dan masyarakat, sehingga ajaran Islam menjadi dasar yang
menjiwai dan mewarnai seluruh sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan
dan pergaulan hidupnya.
Paradigma
Dakwah merupakan suatu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok
persoalan (subject matter) dari kegiatan dakwah. Ia menyediakan dasar berfikir dakwah secara teoritis dan hukumnya, metode aplikasi
penggerakannya, intrumen dan tujuan-tujuannya.
[1]Mardzelah Makhsin, 2006, Sains Pemikiran dan Etika, Kuala Lumpur: PTS Professional Publishing. Sdn. Bhd, hlm. 129-133.
[2]M. Quraish Shihab, 1998.Membumikan Al-Qur'an,Bandung:
Mizan,hlm.194.
[3]A. Ilyas Ismail & Prio Hotman, 2011, Filsafat
Dakwah, Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, Kencana Prenada
Group, hlm.211.
[4]Suwardi endraswra, 2006, Metode, Teori, Teknik, Penelitian
Kebudayaan, Yogyakarta: Pustaka Wdyatama, cet.
Ke-1. h. 9.
[5] John M. Echols
& Hassan Shadily, 2010, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia,
hlm.417.
[6] model atau pola yang mula-mula, berdasarkan pola asal ini dibentuk atau
dikembangkan hal yang baru; prototipe (http://kbbi. web.id/ arketipe). Akses 29/1/2024, 8:10am.
[7]Thomas S. Kuhn, 1970, The Structure of Scientific Revolution, Chicago: The University Of Chicago Press, hlm. 10.
[8] Nurkhalis, Konstruksi Teori Paradigma Thomas S. Kuhn, Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA, Volume XI, No. 2, Februari 2012, hlm.83.
[9] Ibrahim Musthafa etc, 1972,
Al Mu’jam Al Wasith, Istambul, Al Maktabah Al Islamiyah, hlm.286.
[10]Taufiq Al Wa’iy, 2010, Dakwah ke Jalan Allah, alih bahasa Muhith M Ishaq,
Jakarta, Robbani Press, hlm.10-11.
[11]Jum’ah Amin Abdul Aziz, 1998, Fiqih
Dakwah, Solo: Intermedia, hlm.29.
[12]Achmad Mubarok, 2014, Psikologi
Dakwah, Malang, Madani Press, hal.27.
[13] Toha Yahya Omar, 2004, Islam
dan Dakwah, Jakarta, Al Mawardi Prima, hal.67.
[14]Rachmat Imampuro, Ilmu
Dakwah. Badan Penerbitan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang,
Semarang, 1982, hal 3.
