A. Ringkasan Kisah Ashabul Kahfi
Ashabul Kahfi merupakan kisah tentang sekelompok pemuda yang menghindari
kezaliman penguasa demi mempertahankan aqidah mereka dan keleluasaan beribadah
kepada Allah Swt. Kisah tersebut dikisahkan cukup panjang dalam Al-Qur’an surah
Al Kahfi (surah ke-18), ayat ke 9 sampai ayat ke 27.
Secara singkat kisahnya sebagai berikut; Suatu ketika ada
sekelompok anak muda yang beriman kepada Allah SWT. Ketika itu mereka hidup di
tengah masyarakat penyembah berhala. Masyarakat
tidak toleran terhadap perbedaan agama. Mereka memusuhi orang-orang yang
menganut kepercayaan yang berbeda dengan keyakinan mereka. Raja mengetahui keberadaan
kelompok pemuda yang menolak bahkan menentang penyembahan berhala. Sang raja
marah lalu memerintahkan untuk menangkap mereka.
Para pemuda itu kemudian meninggalkan kota dan memohon perlindungan Allah SWT.
Mereka lari ke bukit sampai ke sebuah gua dan bersembunyi di sana. Setelah bekal mereka habis, atas izin
Allah, mereka tertidur selama 309 tahun di dalam gua.
Ketika
mereka bangun, pemerintahan sudah berganti. Saat itu
masyarakat dan raja yang berkuasa beriman kepada Allah.
Keberadaan mereka diketahui oleh masyarakat karena mata uang yang mereka
gunakan untuk membeli makanan ternyata sudah tidak berlaku sejak masa yang
sangat lama.
B. Kenapa Ashabul Kahfi dibangkitkan?
Secara umum, Al Quran diturunkan untuk memaparkan kebenaran dan petunjuk
Allah kepada manusia.[1]
Beberapa pengetahuan penting yang disebutkan para ulama tentang hikmah dari
peristiwa ini antara lain:
1. Bukti Bahwa Al Quran adalah Benar Diturunkan oleh Allah
Menurut Jalaludin Suyuthi kisah ashabul kahfi ini diturunkan Allah untuk
menjawab pertanyaan orang-orang Quraisy yang bermaksud menguji kebenaran nubuat
Nabi Muhammad. Berbekal masukan dari orang-orang Yahudi di Madinah mereka
mengajukan beberapa pertanyaan kepada Nabi, di antaranya tentang para pemuda
yang ditidurkan Allah pada beberapa masa yang lampau. [2]
Nabi saw, tidak langsung menjawab ketika ditanya, melainkan berdoa
memohon petunjuk kepada Allah. Setelah menunggu selama 15 hari, akhirnya Allah
menurunkan surat Al Kahfi untuk menjawab pertanyaan orang-orang Quraisy itu
dengan penggambaran yang tepat. Dengan turunnya kisah ini membuktikan bahwa
Nabi Muhammad adalah nabi yang benar dan beliau tidak mengarang Al Quran.
2. Bukti Keesaan dan Kebesaran Allah
Al Maraghy menyebutkan hikmah ideologis yang ditunjukkan ayat-ayat
ashabulkahfi ini; menjelaskan betapa banyak tanda-tanda kekuasaan Allah di muka
bumi. Dalil atas kesempurnaan qodrat (kekuasaan) Allah. Dalil bahwa tauhidullah (Keesaan Allah) adalah dasar bagi agama yang benar. [3]
Hikmah ini juga dijelaskan oleh Thabary. Bahwa para pemuda itu dibangunkan dan dibangkitkan dari tidurnya agar dapat diperlihatkan kepada ummat manusia kebesaran kekuatan Allah dan keajaiban perbuatan Allah. Supaya manusia semakin mengerti perbuatan mereka dan meninggalkan sesembahan selain Allah, serta hanya beribadah kepada Allah dengan tulus.[4]
3. Meluruskan Penyimpangan Pemahaman dan Praktek Keagamaan Manusia
Dalam sejarahnya manusia selalu cenderung lalai dari ajaran nabi-nabi
seiring berlalunya waktu. Kisah dalam Al Quran memaparkan kepada Ahli Kitab
dengan dalil-dalil dan petunjuk-petunjuk yang ada pada mereka, yang mungkin
telah terjadi distorsi.[5]
Pada masa Thedosius II berkuasa, disebutkan bahwa di tengah masyarakat muncul ajaran bid’ah yang menolak kepercayaan akan adanya kebangkitan setelah kematian. Ayat-ayat ashabulkahfi ini menjadi pengingat bagi penyimpangan manusia dari salah satu pokok ajaran keimanan yaitu keimanan akan adanya hari berbangkit setelah kematian. Maka kebangkitan anak-anak muda yang tidur di goa sejak 309 tahun yang lalu itu seolah membantah argumen bid’ah tersebut. Raja dan orang-orang beriman bersukacita atas bukti yang Allah tunjukkan.[6]
Begitu pula, jawaban dalam Al Quran ini juga sekaligus sebagai penjelasan tentang keimanan kepada hari kebangkitan yang dibawa Nabi Muhammad saw. Al Quran menegaskan; Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. [7]Thabary juga menegaskan bahwa ayat yang mejelaskan kisah ini sesungguhnya merupakan celaan yang keras atas pendustaan orang-orang Quraisy. Mereka mengatakan akan beriman apabila beliau dapat memberikan jawaban, namun nyatanya mereka tetap mendustakan.[8]4. Bukti Kesatuan Aqidah dan Kesinambungan Dakwah Para NabiKisah ini juga menjelaskan secara umum tentang kesatuan aqidah dan kesinambungan dakwah nabi-nabi.[9] Secara khusus ia menjelaskan kesinambungan antara dakwah Nabi Isa as dan Nabi Muhammad saw. Para pemuda ashabulkahfi adalah pengikut Nabi Isa as. Nabi Isa as juga mengakui bahwa Nabi Muhammad saw adalah penerusnya.[10] Sebaliknya, Nabi Muhammad saw pun mengakui bahwa Nabi Isa adalah pendahulunya di dalam Dakwah.
أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ،
فِي الْأُولَى وَالْآخِرَةِ» قَالُوا: كَيْفَ؟ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ:
الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلَّاتٍ، وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى، وَدِينُهُمْ
وَاحِدٌ، فَلَيْسَ بَيْنَنَا نَبِيٌّ[11]
“Aku adalah
orang yang paling dekat dengan Isa bin Maryam,di awal dan akhirnya. Orang-orang bertanya:
Bagaimana wahai Rasulullah. Beliau bersabda; “Para nabi bagaikan
saudara-saudara seayah, (yakni agama mereka satu, yaitu Islam) dan ibu-ibu
mereka (yakni syari’at-syari’at mereka) berbeda-beda, tidak ada nabi lain
antara diriku dan Nabi Isa.” (HR. Muslim)
Jumhur (mayoritas) ulama berpandangan bahwa maksud
hadits ini adalah: asal muasal keimanan mereka (para nabi) adalah sama,
namun syari’at (hukum) mereka
berbeda-beda. Adapun ungakapan Nabi saw “Dan kami adalah orang yang paling dekat dengan Isa bin Maryam”, adalah menjelaskan pengkhususan hubungan
beliau, Nabi Muhammad saw dengan Nabi Isa as.[12]
5. Kemenangan Dakwah adalah dari Allah
Al Maraghy menjelaskan bahwa kisah ini juga membuktikan bahwa Allah
menolong para penolongNya.[13]Para
pemuda ashabul kahfi diselamatkan Allah dari pengejaran dan intimidasi
orang-orang romawi, dengan cara bersembunyi di dalam goa. Lalu Allah menidurkan
mereka sehingga mereka tidak merasakan penyiksaan dari para pengejarnya,
sekiranya mereka tertangkap.
Kemudian mereka dibangkitkan lagi ketika masyarakat dan penguasa telah
beriman kepada ajaran Nabi Isa as dan beralih dari penyembahan dewa-dewa kepada
penyembahan kepada Allah yang MahaEsa. Suatu keadaan yang merupakan cita-cita
para pemuda saleh tersebut. Jadi Allah menolong para pemuda pejuang dakwah itu
dengan menjadikan seruan mereka akhirnya diterima masyarakat, meski mereka
telah menyerukannya sejak 300 tahun sebelumnya.
Al Quran menegaskan;
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ
أَقْدَامَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (Muhammad : 7)
Maksudnya jika kalian menolong agama Allah, maka Allah akan menolong kalian
menghadapi musuh-musuh kalian. Serta meneguhkan posisi kalian dalam menegakkan
hak-hak agama dan perjuangan.[14]
Allah menolong dengan memberi kekuatan bagi para pejuang, menyelamatkan mereka
dari bahaya sehingga musuh tidak dapat menguasai mereka, meski jumlah mereka
lebih sedikit dibanding jumlah musuh.[15]
Jadi kemenangan dakwah adalah hak Allah, tugas orang-orang beriman hanya
berjuang. Namun demikian, Allah tidak pernah menyia-nyiakan perjuangan para da’iNya
dalam menegakkan agama. Allah telah menghargai dan membanggakan perjuangan para
pemuda romawi yang beriman itu dengan mengisahkannya dalam kitab suci Al Quran.
[1] Nadwi, op.cit, hlm.51.
[2] Jalaludin As Suyuthi, tt, Lubab an Nuqul fii Asbab
an Nuzul, Dar al Kutub al Ilmiyah, Beyrut, hlm.129.
[3] Al Maraghy, op.cit, hlm.128.
[4] Thabary, op.cit, Juz XVII, hlm.627.
[5] Manna’Khalil al Qattan, op.cit, hlm.318.
[6] Adrian Fortescue, https://www.catholic.com/encyclopedia/seven-sleepers-of-ephesus waktu akses 27/12/2023, 1;52 PM.
[7] QS:Al Kahfi ayat 21. وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ
لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لا رَيْبَ فِيهَا
[8] Thabary,op.cit, Juz XVII, hlm.601.
[9] Quran Surat Al Baqarah ayat 135-136.
[10] Quran Surat Shaf ayat 6.
[11] Muslim bin Hajaj Abu al Hasan al Qusyairy al Naisabury,
tt, Shahih Muslim, Juz IV, hlm.1837.
[12] Abu Zakariya
Muhyiddin Yahya bin Syarif al Nawawy, 1392, Al Manhaj Syarah Shahih
Muslim bin al Hajaj, Daari Ihya’ al Turats al Araby, Beyrut. Juz
XV, hlm.120.
[13] Al Maraghy, loc.cit, hlm.128
[14] Ibid, Juz XXVI, hlm.56
[15] Thabary, op.cit, Juz XXII, hlm.161.
