Kewajiban Menuntut Ilmu - Saungpikir

Friday, June 14, 2024

Kewajiban Menuntut Ilmu

 

oleh: wahyu bhekti prasojo




Teks Hadits dan Terjemahnya

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ: حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ شِنْظِيرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، وَوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ أَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الْخَنَازِيرِ الْجَوْهَرَ وَاللُّؤْلُؤَ وَالذَّهَبَ»[1]

Hisyam bin Ammar meriwayatkan kepada kami, dia berkata: Hafs bin Sulaiman meriwayatkan kepada kami, dia berkata: Kathir bin Shindhir meriwayatkan kepada kami, dari Muhammad bin Sirin, dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah, shalallahu alaihi wasallam, bersabda: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada orang yang bukan ahlinya, ibarat mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas.”

Takhrij Hadits

Daftar periwayat hadits ini adalah sebagai berikut: Hisyam bin ‘Ammar adalah seorang Qari’ yang jujur dan menjadi orang yang mendiktekan ilmu.[2] Kemudian Hafs bin Sulayman. Menurut Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baaqy, di dalam Al-Zawa'id, rantai sanad hadits ini lemah karena lemahnya Hafs bin Sulaiman.[3] Kemudian berturut-turut Kathir bin Syindzhiri dan Muhammad bin Sirrin. Sementara Anas bin Malik ra sudah terkenal di kalangan ummat Islam, beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah saw, yang hidupnya sangat dekat dengan beliau saw.

Sementara itu Imam Al-Suyuti mengatakan bahwa Syekh Muhyi al-Din al-Nawawi rahimahullah, ketika ditanya tentang hadits ini, dia menjawab bahwa hadits itu dhaif, yaitu dari sisi rantai sanadnya. Sekiranya hadits ini shahih yakni dari sisi maknanya. Tetapi muridnya, Jamal al-Din al-Mazzi berkata, “Hadits ini diriwayatkan dari rangkaian perawi yang mencapai derajat Hasan.”[4]

Dalam Bayan al wahm wa al Iham disebutkan sebuah riwayat melalui Al-Bazzar, bahwa Muhammad bin Muammar Al-Najrani menceritakan kepada kami, Abu Asim menceritakan kepada kami, dari Ibrahim bin Salam, dari Hammad yaitu Ibnu Abi Sulaiman, dari Ibrahim Al-Nakha'i, dari riwayat Anas bin Malik, yang berkata: Rasulullah saw bersabda: “Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim.” Meski ada kelemahan pada khabar ini berkaitan dengan ketidaktahuan tentang Ibrahim bin Salam, inilah jalur yang lebih shahih, yang diriwayatkan dari Anas bin Malik.[5]

Lebih lanjut Al-Bazzar menjelaskan bahwa ia tidak mengetahui jalur riwayat lain tentang hadits ini kecuali jalur yang berdasarkan riwayat Abu Asim. Selain itu, riwayat Al-Nakha'i dari Anas bin Malik mempertegas permasalahan ini. Diketahui bahwa An Nakha’iy wafat pada tahun 96 H.[6] Sedangkan Anas bin Malik wafat pada tahun 93H.[7]

Mufradat atau Kosa kata Hadits

طَلَبُ

menuntut

الْعِلْمِ

ilmu

فَرِيضَةٌ

kewajiban

عَلَى

atas

كُلِّ

setiap

مُسْلِمٍ

orang Islam

 

Penjelasan dan Faidah Hadits

Hadits ini mengandung perintah Nabi Muhamad saw kepada ummatnya untuk menuntut ilmu. Faridlah bermakna kewajiban. Jadi menuntut ilmu sifatnya wajib bagi ummat Islam.

Sedangkan ilmu maknanya al fahmu wa al idrak[8] (pemahaman dan pengetahuan) yang kajiannya dikembangkan berdasarkan standar metode ilmiah pada beragam masalah.

Allah telah membekali Adam –setelah penciptaannya- dengan ilmu yang dibutuhkannya. Dengan ilmu itu Allah telah meninggikan Adam as dari malaikat, karena ilmu adalah wasilah menuju kebaikan dan ketaqwaan yang dengannya manusia dapat mencapai kemuliaan dari Allah dan kebahagiaan abadi.[9]

Karena perkembangan ilmu pengetahuan menjadi sangat luas dan beragam, tidak semua ilmu wajib dipelajari setiap muslim. Tetapi setiap muslim wajib mempelajari setiap keadaan yang akan mereka jalani. Jika seseorang akan menjalani pekerjaannya sebagai pedagang, ia wajib mempalajari segala sesuatu tentang perdagangan agar ia dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik dan terhindar dari hal-hal yang dapat merugikannya. Begitu pula dalam masalah-masalah keagamaan dan ibadahnya. Dengan kata lain, ia wajib mempelajari hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban-kewajibannya.

Ibnu Qudamah berpendapat, ilmu yang terpuji untuk dipelajari ada dua macam. Yang pertama ilmu yang terpuji karena tujuannya yang utama, di mana semakin banyak dimiliki semakin baik bagi pemiliknya di manapun. Yaitu ilmu tentang Allah Ta’ala, sifat-sifatNya, perbuatanNya. Juga hikmah-Nya dalam mengatur rutan kehidupan akhirat setelah dunia. Itu adalah ilmu yang dituntut dari DzatNya dan dengan itu manusia dapat mencapai kebahagiaan akhirat. Dialah lautan ilmu yang kedalamannya tak terkira, dan hanya orang-orang yang mengarungi dan menyeaminya akan menemukan pantai dan tepiannya yang nyaman bagi mereka.[10]

Yang kedua Ilmu-ilmu yang hanya dapat dianggap terpuji dengan ketetapan dan ukuran tertentu. Atau yang disebut dengan ilmu-ilmu kifayah, karena pada masing-masing ilmu tersebut terdapat kekurangan, keterbatasan, dan membutuhkan penyelidikan.[11]

Diwajibkan pula untuk menuntut ilmu tentang seluruh akhlaq seperti kedermawanan, keberanian, rendah hati, dan lain sebagainya, serta lawan dari akhlaq-akhlaq yang baik tersebut. Karena seseorang dapat dikatakan telah memahami ilmunya dari keadaan yang sebaliknya.[12]

 



[1] Sunan Ibnu Majah, Juz I, hlm.81

[2] Jalal al Din al Suyuthy, Jami’ Ahadits, Juz I, hlm.38.

[3] Ibnu Majah, loc.cit, hlm.81.

[4] Ibid, hlm.81.

[5] Bayan al wahm wa al Iham fii hadits al Ahkam, Juz V, hlm.124.

[6] Ibid, hlm.125

[7] al Bidayah wa al Nihayah, Juz IX, hlm.109.

[8] Mabahits fii Ulum al Quran, hlm.15.

[9] Ta’lim al Muta’allim, terjemah Abdurrahman Azzam, hlm. 39.

[10] Mukhtashar Minhaj al Qashidin, hlm.20.

[11] Ibnu Qudamah, ibid, hlm.20.

[12] Burhanudin al Zarnuji, op.cit, hlm.41.

Comments


EmoticonEmoticon