Di desanya, memasuki bulan Ramadhan, orang-orang biasanya suka
bertanya kepada Nashrudin tentang hitungan waktu berpuasa dan shalat Iedul
Fithri. Belajar dari pengalaman, agar tidak kehilangan hitungan, ia kemudian
mempersiapkan sebuah pot bunga baru, lalu disimpannya dalam kamarnya.
“Jika aku memasukkan 1 batu setiap hari, aku
tidak perlu mengingat sudah berapa hari kami berpuasa.”, katanya dalam hati.
Maka setiap sore sepulang dari pekerjaannya
ia memasukkan sebuah batu ke dalam pot bunganya tersebut.
Tanpa disadarinya, anak perempuan kecilnya
memperhatikan perbuatannya. Anak itu berfikir, “Kasihan Ayah, mungkin ia beliau
sangat letih. Sehingga hanya mampu memasukkan satu batu saja sehari. Sebaikanya
aku membantunya.”
Singkat cerita, menjelang akhir Ramadhan,
orang-orang pun berdatangan ke rumah Nashrudin dan bertanya tentang hitungan
puasa mereka.
“Sebentar ya, aku lihat dulu hitungannya.” Nashrudin
lalu masuk kekamar dan menghitung batu di dalam pot bunga. Betapa terkejutnya
ia menemukan batu yang terkumpul berjumlah 130 buah. Ia pun panik.
“Waduh! Jika kuberitahu bahwa mereka sudah
berpuasa selama 130 hari pasti mereka marah. Sebaiknya aku beritahu setengahnya
saja.”, pikirnya.
Lalu ia keluar menemui orang-orang dan
berkata, “Alhamdulillah kawan-kawan, kita semua sudah berpuasa selama 65 hari.”
Mendengar jawaban Nashrudin orang-orang pun
marah. “Wah, hitungan kamu ngawur nashrudin! Masa’ kita puasa sampai 65 hari?”.
Sergah mereka beramai-ramai.
Nashrudin lalu menjawab mereka, “Lho kalian
ini bagaimana, padahal itu sudah saya discount. Memangnya kalian mau
berpuasa sampai 130 hari?”.