wahyu b prasojo
Sebagian
besar manusia penduduk bumi
ini memeluk suatu agama. Tetapi,
mengapa “mengapa
manusia beragama?”. Tulisan kecil
ini mencoba melihat beberapa pandangan ilmuwan barat tentang agama; apakah
manusia memang memerlukan agama.
Beberapa sarjana Barat
seperti, Karl Marx, Sigmund Freud dan beberapa pemikir lain yang menganggap
bahwa eksistensi agama ini tidak diperlukan lagi oleh manusia. Bahkan Friedrich
Nietczhe menjelang abad ke 19 mengatakan:” Tuhan telah mati”[1]
Karl Marx mengatakan:” Agama adalah candu masyarakat.[2] Menurutnya, fungsi
yang dimainkan agama dalam kehidupan masyarakat, sama seperti candu pada diri
seseorang. Dengan agama, penderitaan dan kepedihan yang dialami oleh masyarakat
yang terekploitasi, dapat diringankan melalui fantasi tentang dunia
supernatural tempat dimana tidak ada lagi penderitaan dan penindasan.
Sementara itu Sigmund Freud
merasa bahwa dia tidak menemukan suatu alasan untuk percaya adanya Tuhan. Mirip
dengan Marx, agama baginya adalah upaya psikologis manusia untuk melepaskan
diri dari tekanan-tekanan kehidupan. Sehingga ia menganggap ritual keagamaan
tidak punya arti dan manfaat apapun dalam kehidupan ini.[3] Karena
manusia dapat menemukan ketenangannya jika tekanan psikologisnya diberi solusi.
Ia
yakin bahwa ide-ide agama tidak datang dari Tuhan Yang Esa ataupun Tuhan-tuhan
yang lain, sebab tuhan-tuhan itu memang tidak ada.
Meski kebanyakan pemikir
barat memandang bahwa ideologi
agama merupakan
kebutuhan mental psikologis, tidak semua
pemikir Barat dan para pujangganya bernada
negatif terhadap agama. Di antara para pemikir tersebut adalah
James Jeans, yang memulai hidupnya sebagai seorang skeptis yang tidak mempercayai
adanya Tuhan. Setelah mengadakan penyelidikan ilmiah yang mendalam, akhirnya ia
sampai kepada pemahaman bahwa problem-problem ilmiah yang besar tidak dapat
dipecahkan kecuali dengan mengakui adanya Tuhan.[4]
Sementara itu, Herbert
Spencer dalam bukunya First Principles mengutarakan bahwa pada dasarnya
agama berisi “keyakinan akan adanya sesuatu yang mahakekal yang berada di luar akal intelektual”.[5]
Senada dengan Spencer, Max Muller
dalam Introduction to Science of Religions melihat semua agama sebagai
“usaha untuk memahami apa yang tak dapat dipahami dan untuk mengungkapkan apa
yang tak dapat diungkapkan, sebuah keinginan kepada sesuatu yang tidak terbatas”. Menurutnya,
agama-agama aktual dan empris baik yang masih
hidup ataupun sudah
mati, merupakan objek-objek studi yang
dapat memberikan pengetahuan tentang
hakikat agama, manusia, dan pemikiran manusia. Karena itu, ilmu agama dapat membanggakan
diri sebagai sebuah unsur dalam humanisme idealistik. Dengan mempelajari
agama berarti pula mempelajari
manusia dalam berbagai puncak pemikiran dan pengalamannya.[6]
Itulah beberapa pandangan
sekilas beberapa pemikir barat tentang agama. Perlu pembacaan yang lebih
mendalam dan teliti untuk dapat lebih memahami maksud dan kandungan maknanya. Sehingga
didapatkan pula pemahaman dan sikap yang lebih dekat dengan kebenaran. Salam.
Daftar Pustaka
Adnan, Ahmad Amri Zainal, PSQ, Rahsia Personaliti
Unggul, PTS.Millena Sdn.Bhd, Kuala Lumpur, 2009.
Ahmad, Maghfur, Agama Dan Psikoanalisa Sigmund Freud, Jurnal RELIGIA Vol. 14 No. 2, Oktober 2011.
Mantu, Rahman & Siti Asia, Perkembangan Religious Studies Di Barat Pandangan Orientalis Dan Pemaknaan Atas Agama, Jurnal Potret
Pemikiran Vol. 23, No. 1 (2019).
Marx, Karl, Marx’s
Critique of Hegel's Philosophy of Right
(1843). Publisher: Oxford University Press, 1970.
Spencer, Herbert,
First Principles, London: Williams And Norgate, 14, Henrietta
Street,Covent Garden.1863.
Wikipedia.https://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_sudah_mati
[1]
Ungkapan ini pertama kali muncul dalam Die fröhliche Wissenschaft, seksi 108 (New Struggles), dalam seksi 125 (The Madman),
dan untuk ketiga kalinya dalam seksi 343 (The Meaning of our Cheerfulness).
Juga muncul dalam buku klasik Nietzsche Also sprach Zarathustra,(Wikipedia), akses 12
September 2021, 09;45 .
[2]
Karl Marx, Marx’s Critique of Hegel's Philosophy of Right (1843).
Publisher: Oxford University Press, 1970, p.3.
[3]
Maghfur
Ahmad, Agama
Dan Psikoanalisa Sigmund Freud, Jurnal
RELIGIA Vol. 14 No. 2, Oktober 2011. Hlm. 277-296.
[4]
Ahmad Amri Zainal Adnan, PSQ, Rahsia Personaliti
Unggul, PTS.Millena Sdn.Bhd, Kuala Lumpur, 2009, hlm.23
[5]
Herbert Spencer, First Principles, London:
Williams And Norgate, 14, Henrietta Street,Covent Garden.1863, P.19.
[6]
Rahman Mantu & Siti Asia, Perkembangan Religious Studies Di Barat Pandangan Orientalis Dan Pemaknaan Atas Agama, Jurnal Potret
Pemikiran Vol. 23, No. 1 (2019) Website:
http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/PP
Masyaallah terimakasih atas tambahan ilmunya pak doctor
ReplyDeleteSama-sama, Prof. Saya cuma ngutip kok. Amiin semoga jadi doktor beneran. Terima kasih.
ReplyDeleteMenganggap Tuhan telah mati berati menyamakan kondisi alamiah dirinya sebagai manusia dengan Penciptanya. Nyatanya manusiapun tidak mampu menciptakan alam semesta.
ReplyDeleteSetuju Mas.
Delete